Jakarta - Aktivis 98 Faizal Assegaf menilai Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tidak layak menjadi pejabat publik lantaran sudah bertindak ugal-ugalan dengan mencopot enam pejabat di Kementerian Agama (Kemenag) tanpa alasan yang jelas.
Keenam pejabat yang dimaksud adalah Inspektur Jenderal (Irjen), Kepala Balitbang-Diklat, Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katolik, Dirjen Bimas Hindu, dan Dirjen Bimas Buddha.
Faizal pun mendukung penuh langkah enam eks pejabat Kemenag yang berencana melakukan perlawanan dengan menggugat Menag Yaqut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Tidak layak jadi pejabat publik, perilaku ugal-ugalanan yang dipamerkan makin memprihatinkan. Sudah tepat dilawan!" kicaunya menggunakan akun Twitter @faizalassegaf, dilihat Opsi, Jumat, 24 Desember 2021.
Faizal pun menyoroti kiprah Menag Yaqut yang seakan paling Pancasilais. Padahal, yang dilakukan adalah sebaliknya.
"Gaya Menag gambaran `kaum tempurung`, gemar teriak paling Pancasilais, faktanya munafik & bodoh besar," kata dia.
"Modus klaim dari ormas terbesar melahirkan watak arogan dalam bernegara," ujar Faizal Assegaf lagi.
Sebelumnya, enam pejabat mantan Inspektur Jenderal dan Direktur Jenderal yang dimutasi Menag Yaqut ke jabatan fungsional, melawan dengan gugatan ke PTUN.
Mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kemenag Thomas Pentury berkata, "sementara masih proses, tentu pengacara butuh kuasa dari kita semua untuk melakukan proses gugatan," kata Thomas.
“Tapi saya ingin garis bawahi, yang kami gugat adalah prosedurnya,” tambahnya.
Sebab, Thomas dan lima pejabat lainnya merasa hingga saat ini belum ada titik terang alasan Yaqut memutasi dirinya dan lima pejabat lain.
“Ada penjelasan yang kami ingin dapat terkait dengan usulan Menag untuk memberhentikan kami. Itu saja, harusnya ada penjelasan mengapa kami diusulkan untuk diberhentikan. Kan pasti ada, kami butuh penjelasan itu,” ucap Thomas.
Thomas mengaku, dirinya baru menerima surat keputusan mutasi yang ditandatangani pada 6 Desember di 20 Desember 2021.
“Semua yang enam orang ini baru menerima 20 Desember. Kami juga bertanya kenapa dari tanggal 6 baru diserahkan sekarang. Mestinya kan disampaikan saja,” kata Thomas. []