Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memerintahkan Fraksi Partai Demokrat DPR RI dengan tegas menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Salah satu poin aturan yang mendapat kritik adalah pencairan JHT yang syaratnya harus saat usia 56 tahun.
"Saya instruksikan Fraksi Demokrat untuk menolak dan mendesak pemerintah membatalkan kebijakan tersebut," kata AHY, usai bertemu para buruh salah satu pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, seperti dikutip CNNIndonesia, Minggu, Februari 2022.
Putra sulung Presiden Ke-5 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengatakan dirinya prihatin. Ia pun menyebut bahwa aturan baru JHT ini adalah sebuah ketidakadilan bagi para pekerja.
"Saya mencoba merasakan betapa saudara pekerja di Indonesia diperlakukan tidak adil. Saya sepakat apa yang terjadi dengan JHT, tidak adil dan tidak logis," ujarnya.
Permenaker nomor 2 Tahun 2022 itu menurutnya telah menghambat buruh yang ingin mengambil haknya. Semestinya pemerintah melibatkan para pekerja dalam proses pengambilan kebijakan.
"Para pekerja harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup mereka. Ini nasib pekerja," katanya.
Keluhan tentang aturan baru JHT ini tidak hanya didengarnya di Jatim, tapi juga datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Para pekerja bersikap sama, mereka berharap agar aspirasinya didengar dan diperjuangkan.
"Kemarin saya baru kembali dari Makassar juga mendapatkan curhat yang sama. Mereka marah, kecewa dan memohon pertolongan. Ini yang harus diperjuangkan," ucap AHY.
Buruh di Jatim sendiri telah melakukan unjuk rasa dengan menggeruduk Gedung DPRD Provinsi Jatim, Rabu, 16 Februari 2022 kemarin.
Ketua DPW FSPMI, Jazuli, dalam aksi itu mendesak DPRD dan Pemprov Jatim untuk merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang mempersyaratkan usia 56 tahun.
Dana JHT, lanjut dia juga bukan pemberian pemerintah, tetapi merupakan iuran bersama antara buruh dan pengusaha. Buruh membayar 2 persen dan pengusaha 3,7 persen, sehingga totalnya menjadi 5,7 persen.
JHT, ucap Jazuli, adalah tabungan bagi buruh untuk persiapan pensiun. Terutama sebagai dana untuk menyambung kehidupannya, saat tidak lagi menerima pendapatan rutin dari perusahaan.
"Jadi tidak tepat jika Pemerintah ikut mengatur bahkan mempersulit pencairan JHT buruh," ujarnya.