Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah sedang mempersiapkan strategi khusus pada 2023 untuk menghadapi krisis pangan dan energi.
"Arahan Bapak Presiden adalah bagaimana kita mengantisipasi, global kan terjadi `food shortage` dan `energy shortage`, bagaimana kita tidak terjebak di dalam persoalan-persoalan tersebut, jadi kita siapkan strategi khusus untuk 2023," kata Airlangga di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 18 Juli 2022.
Airlangga mengikuti dua rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo yaitu rapat terbatas terkait pengelolaan produk turunan kelapa sawit dan rapat terbatas terkait evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
"Pertama kalau kita lihat fundamental ekonomi Indonesia relatif kuat, dari segi inflasi kita 4,2 persen, pertumbuhan masih di 5 persen. Negara lain, Eropa rata-rata (inflasi) 8 persen, Amerika Serikat 9,2 persen, kemudian tentu kita lihat dana pihak ketiga di atas 10 persen, pertumbuhan kredit di atas 9 persen jadi relatif ekonomi Indonesia bergerak," ujarnya.
Dia menambahkan indeks keyakinan konsumen di Indonesia mencapai 128 atau berada pada area optimis (lebih besar dari 100).
Indeks keyakinan konsumen adalah indeks yang mencerminkan keyakinan konsumen Indonesia mengenai kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen dalam periode yang akan datang.
"Dan PMI (Purchasing Managers Index) 50,2 karena memang ekspor CPO masih ada hambatan tapi sudah mulai berjalan sehingga tentu dalam 26 bulan neraca perdagangan kita positif. Tadi kita rapat mengenai pangan, mengenai pangan sendiri sampai akhir tahun ini kita relatif aman termasuk beras termasuk stok beras cukup," tuturnya.
Airlangga bahkan mengungkapkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga bukan jadi masalah saat ini.
"Karena penguatan `currency` di berbagai negara, juga terjadi pelemahan jadi tidak ada masalah itu," kata dia.
Rupiah pada Senin pagi, 18 Juli 2022, bergerak menguat 47 poin atau 0,31 persen ke posisi Rp 14.950 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.991 per dolar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2022 kembali mencetak surplus besar mencapai 5,09 miliar dolar AS dengan nilai ekspor 26,09 miliar dolar AS dan impor 21,00 miliar dolar AS.
Kinerja surplus perdagangan secara keseluruhan didorong oleh ekspor yang meningkat lebih pesat dibandingkan impor.
Dengan demikian, neraca perdagangan RI pada Januari-Juni 2022 mengalami surplus 24,89 miliar AS dengan total ekspor 35,33 miliar dolar AS dan impor 21,62 miliar dolar AS.
Sebelumnya, Airlangga menjelaskan bahwa situasi perekonomian di Indonesia relatif baik dengan potensi resesi lebih kecil jika dibandingkan negara lain yaitu sekitar 3 persen.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa IMF menilai perekonomian Indonesia dalam kondisi baik dari beberapa sisi seperti kinerja ekonomi, sisi pertumbuhan, sisi neraca pembayaran yang mengalami surplus perdagangan selama 26 bulan berturut-turut, dan sisi inflasi yang berada di bawah 5 persen.[] (ANTARA)