Aceh Tamiang - 100 hektare lebih hutan mangrove di wilayah pesisir Aceh Tamiang, Aceh dilaporkan gundul akibat perambahan liar. Tercatat, di Kampung (Desa) Tanjung Keramat, Kecamatan Banda Mulia saja ada sekitar 318 hektare lebih hutan mangrove yang berada di zona inti di wilayah Kampung gundul akibat maraknya perambahan yang terjadi.
Datok Penghulu (Kades) Kampung Tanjung Keramat, Jafar mengaku selain zona inti hutan mangrove, status hutan tersebut juga masuk dalam kawasan hutan lindung.
"Dan kondisinya saat ini bisa dibilang sudah gundul karena dirambah," kata Jafar, Rabu, 8 Desember 2021.
Ia menjelaskan, perambahan yang terjadi umumnya dilakukan oleh para pencari kayu arang dari berbagai daerah. Mereka, kata Jafar, Mayoritas berasal dari luar Kecamatan Banda Mulia.
"Mereka datang menggunakan perahu. kalau nebangnya ya pakai gergaji mesin (chainsaw)," ujarnya.
Diakuinya ada beberapa faktor yang menyebabkan pihaknya kesulitan melakukan pengawasan. Di antaranya jarak zona inti hutan mangrove yang mencapai enam kilometer dari permukiman.
"Termasuk penanganan hukumnya, kami serba salah," kata dia.
Kondisi yang sama juga tak jauh berbeda terjadi di Kampung Alur Nunang yang merupakan kampung tetangga Tanjung Keramat. Di sana, zona inti hutan mangrove seluas 130 hektare juga menjadi langganan para perambah.
"Posisi kami itu pantai, kalau tidak ada mangrove, bisa tenggelam kampung kami," kata Datok Penghulu Kampung Alur Nunang, Ramlan.
Baik Ramlan maupun Jafar, mengaku sangat berterimakasih atas lahirnya Qanun Kampung tentang Pemanfaatan dan Perlindungan Kawasan Mangrove yang telah ditandatangani pada hari ini, Rabu, 8 Desember 2021.
"Dengan demikian, akan ada kepastian hukum, jadi pelaku yang tertangkap bisa kami bawa ke peradilan adat," kata Ramlan.
Salah satu poin yang dituangkan dalam qanun ini tentang pemanfaatan mangrove melalui izin datok penghulu dan syarat bersedia menanam ulang.
Pihak yang tertangkap menebang secara ilegal akan diadili melalui peradilan adat dan sanksinya ditentukan melalui kesepakatan. []