News Rabu, 03 Desember 2025 | 16:12

Alasan Sejumlah Pedagang Pasar Belum Tergiur Terlibat di Program MBG

Lihat Foto Alasan Sejumlah Pedagang Pasar Belum Tergiur Terlibat di Program MBG Aktivitas pedagang telur di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, pada Rabu (3/12/2025). Foto: Morteza Syariati Albanna.

Jakarta - Sejumlah pedagang di Pasar Rumput, Jakarta Selatan (Jaksel), mengaku perlu berpikir dua kali apabila dilibatkan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi andalan pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Setiadi (54), pedagang ayam potong di Pasar Rumput, mengatakan siap saja terlibat dalam program Nasional itu. Asalkan, dalam hal menyuplai komiditas secara harian, turut melibatkan juga para pedagang lainnya.

Musababnya, faktor penyuplaian ayam dipastikan butuh volume harian yang banyak. Jika ia sendirian yang menyuplai, maka belum tentu sanggup memenuhi permintaan harian dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

Menurut dia, dengan adanya gagasan keterlibatan para pedagang pasar yang bergotong royong menggeliatkan program MBG, hal baiknya akan menimbulkan kemerataan ekonomi.

"Ya boleh-boleh saja, selagi membawa dampak ekonomi buat rakyat kenapa enggak. Ya disiapkan nanti kan ramai-ramai banyak teman juga. Enggak cuma satu orang. Di sini kan banyak semua. Kalau dilibatkan, kan istilahnya biar tumbuh, enggak cuma satu orang doang," kata Setiadi saat ditemui di Pasar Rumput, Jakarta pada Rabu (3/12/2025).

"Iya, takutnya melalui PT mengambilnya. Berapa ton disuplai satu orang doang. Tapi kalau begini kan merata. Kebagian dikit-dikit lah," ujar dia lagi.

Kiki Zakaria (33), pedagang telur di Pasar Rumput mengaku siap terjun menyuplai telur untuk kebutuhan menu harian program MBG. Syaratnya, pembayaran harus dilakukan harian, bukan termin mingguan seperti yang dia dengar sebelumnya.

"Tergantung sistem pembayarannya. Buat saya, yang penting pembayarannya. Kalau pembayarannya masuk, enggak apa-apa," katanya.

Kiki menolak apabila pembayaran program MBG dilakukan dalam tempo mingguan. Sebab, hal ini akan memengaruhi perputaran modalnya sebagai agen penyedia telur di pasar. Sejauh ini memang banyak konsumen yang bayar cash harian sesuai kebutuhan.

"Kita sudah mengirim barang seminggu, tapi bayarnya seminggu sekali, saya tolak, karena putaran modal saya enggak kuat. Saya belanja dua sampai tiga hari sekali, paling lama empat hari. Kalau bayarnya lama, modal ketahan," ujarnya.

"Baiknya harian. Kalau sistemnya ambil satu, bayar hari ini, ambil lagi buat besok, enggak apa-apa. Masih bisa mutar. Tetap ada pemasukan," ujar dia lagi.

Sementara, Bambang (40) yang berdagang beras di Pasar Rumput mengaku belum terjun ke bisnis program MBG.

Ia hanya mendengar ihwal pembayaran dilakukan dalam tempo mingguan. Apabila masih demikian, Bambang tidak bersedia menjadi penyuplai beras dalam program strategis tersebut.

"Untuk menyuplai sih enggak masalah. Tapi kalau sistemnya tempo, saya enggak mau," tutur dia.

Ia juga mengaku mendengar perlu modal besar untuk menyuplai beras dalam program MBG. Bambang khawatir apabila pembayarannya lama, maka sirkulasi belanja bakal macet.

Maka itu, ia memilih fokus saja pada upaya menjalankan dan membesarkan bisnisnya saat ini, yakni menjual ketengan atau sesuai keperluan konsumen skala harian.

"Belum. Modalnya belum ada. Besar soalnya. Kita ini uangnya harus muter. Saya lebih pilih untung sedikit tapi lancar. Menyuplai ke MBG itu juga sama saja, kering juga. Mendingan harian ada pemasukan, bisa makan. Jadi fokus di sini saja," tuturnya.

Menurut dia, untuk menggeliatkan program MBG tidak bisa dilakukan perseorangan alias harus kongsi dengan pedagang beras lainnya. Sebab, ini sudah berbicara menyuplai beras dalam kuantitas banyak.

"Soal keuangan (MBG) juga ada perjanjiannya. Kalau ke pengecer seperti kita enggak mungkin. Jumlah porsinya minimal 500. Kalau ke kita, dia juga enggak berani karena ada perjanjian suplai. Enggak boleh putus," tuturnya.

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya