Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt. Penrad Siagian menegaskan kepada pimpinan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI bahwa pihaknya di BAP memiliki tanggung jawab moral yang besar terhadap ratusan juta rakyat Indonesia.
Menurutnya, BAP harus memastikan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh penyelenggara negara tetap berpihak kepada kepentingan rakyat, terutama mereka yang sering kali menjadi korban kebijakan yang tidak adil.
"BAP memiliki peran vital dalam mengawal akuntabilitas negara. Dalam menjalankan tugasnya, BAP harus berdiri teguh di atas kepentingan rakyat, dimana sering kali korban kebijakan harus berhadapan dengan penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan," kata Penrad di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 8 Oktober 2024.
Selain itu, Penrad juga menyoroti pelbagai laporan yang diterima BAP periode sebelumnya, khususnya terkait kebijakan yang berpotensi merugikan masyarakat, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
Menurutnya, pimpinan BAP harus memiliki integritas dan keberanian untuk menyuarakan kepentingan rakyat dan tidak boleh tunduk pada tekanan politik atau kepentingan pihak tertentu.
"Rakyat Indonesia mengharapkan BAP menjadi benteng keadilan. Kita tidak boleh membiarkan kebijakan negara dibiarkan merugikan masyarakat, dan BAP harus menjadi pelindung bagi rakyat yang kerap kali tidak memiliki suara," ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti data nasional yang menunjukkan konflik SDA yang berdampak pada semakin menyempitnya ruang lahan pertanian terus meningkat.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatatkan 2.291 kasus konflik agraria sepanjang tahun 2015-2020, meningkat hampir 60 persen dari tahun 2004-2014 yang mencatat 1770 kasus konflik SDA.
Selanjutnya, pada tahun 2023 konflik SDA kecenderungannya terus bertambah, yang ditandai dengan masifnya proyek strategis nasional yang tidak sepenuhnya memperhatikan perlindungan hak asasi manusia, khususnya perlindungan terhadap masyarakat adat serta lemahnya partisipasi bermakna dari masyarakat.
Sebagai catatan faktual, ia menegaskan bahwa akar masalah konflik SDA dan Tata Ruang disebabkan karena beberapa hal antara lain adanya prioritas pembangunan dan politik infrastruktur berskala besar, ekspansif dan masif.
"Ketidakpatuhan Pemerintah dalam memenuhi due diligence atau uji cermat tuntas serta tidak matangnya pertimbangan perspektif HAM dalam seluruh proses pembangunan," tuturnya.
"Serta yang ketiga, pengabaian terhadap hak warga negara termasuk hak masyarakat adat. Dalam pelbagai laporan tercatat bahwa pemerintah cenderung menjadi bagian dari pihak yang terlibat konflik," sambungnya.
Dia juga mengingatkan bahwa dalam proses pengawasan, BAP harus transparan dan akuntabel, agar masyarakat dapat terus memantau dan percaya bahwa lembaga ini bekerja untuk kepentingan publik.
"Transparansi adalah kunci. Hanya dengan kejujuran dan keterbukaan, kita bisa membangun kembali kepercayaan rakyat terhadap institusi negara," pungkas Penrad.[]