Jakarta - Salah seorang anggota DPR RI dari Partai Golkar Maruli Siahaan mengatakan, bahwa tidak ada hak masyarakat untuk menutup PT Toba Pulp Lestari atau PT TPL.
Menurutnya, sebuah perusahaan baru bisa ditutup kalau sudah ada putusan hukum.
Maruli mengatakan itu dalam rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi XIII DPR RI dengan Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Plt Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham RI dan PT TPL pada Rabu, 26 November 2025.
Saat itu Maruli mengatakan, bahwa PT TPL sudah memaparkan mulai dari perizinan sampai apa yang sudah mereka lakukan, sudah disampaikan di dalam data yang dipresentasikan pihak PT TPL dalam rapat tersebut.
"Yang bermasalah sekarang adalah unjuk rasa yang besar-besaran bahkan mengatakan tutup TPL. Tapi kita harus membuktikan fakta apa sebenarnya yang menutup TPL ini," katanya.
Menurut dia, apa yang sudah dipaparkan soal kerusakan lingkungan, belum ada yang inkrah secara hukum tentang UU 32 Tahun 2009, bahwa kerusakan lingkungan itu belum ada.
Bahkan kata dia, laporan yang ditangani polisi adalah dari pihak TPL dan itu sudah mendapat hukuman.
"Apakah TPL dilaporkan masyarakat mengenai kerusakan lingkungan, itu dulu. Kalau memang ada dan sejauh mana prosesnya," katanya.
"Karena menutup pabrik yang sudah ada izinnya dikeluarkan pemerintah tidak sembarangan ini mengatakan tutup. Harus ada pembuktian kesalahan secara hukum. Sama dengan pabrik yang lain, kalau memang ada pelanggaran hukum, izinnya dicabut. Gampang sebenarnya kan. Izin dicabut, tidak operasional," tukas dia.
"Jadi tidak ada hak masyarakat tutup TPL, ya itu tidak ada haknya, adalah hukum yang berbicara, harus betul-betul kita patuhi," kata Maruli.
Maruli kemudian mengaku miris dengan `keributan` soal TPL. Dia menyebut, seperti ada yang menunggangi.
"Saya terus terang, saya putra daerah, saya miris dengan keributan ini, sepertinya ada pihak-pihak lain yang menunggangi ini," katanya di hadapan rapat yang dipimpin Wakil ketua Komisi XIII Sugiat Santoso dari Partai Gerindra. []