Jakarta - Berbagai kritikan disampaikan ke pemerintah terkait wacana konversi energi dari gas LPG subsidi tiga kilogram ke kompor listrik. Sebab, hal ini dianggap mustahil diterapkan secara nasional selama pasokan listrik di Indonesia belum kuat.
Kritikan itu disampaikan karena sampai saat ini infrastruktur kelistrikan yang mumpuni hanya ada di Pulau Jawa dan Bali.
Mengutip catatan BBC Indonesia, Selasa, 20 September 2022, Anggota Komisi VII DPR Sartono Hutomo mengkritisi wacana tersebut.
Sartono meminta agar pemerintah lebih cermat menghitung beban yang akan dirasakan masyarakat jika beralih ke kompor listrik.
Dia menyebut, selain kompor, masyarakat juga harus mengeluarkan uang untuk membeli alat masak yang sesuai dengan kompor listrik tersebut.
"Kalau pakai kompor listrik kan panci atau wajannya juga khusus. Itu diperhitungkan yang matang sebelum dikonversi," kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini.
Selain itu, dia juga mengingatkan supaya pemerintah melakukan kajian yang mendalam sebelum menjalankan uji coba ini sebagai kebijakan nasional.
Dia mengklaim, Komisi VII DPR RI berpotensi memberikan penolakan jika kajian tersebut tidak diberlakukan.
"Kalau ujug-ujug jadi kebijakan, saya akan tolak," ucap Sartono.
Sementara itu, seorang ibu rumah tangga (IRT) yang tinggal di kawasan Jakarta Timur, Khusnul mengatakan akan menolak perpindahan dari gas LPG tiga kilogram ke kompor listrik.
Dia mengaku tidak sanggup mengeluarkan uang lebih besar lagi di tengah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan BBM.
Musababnya, keluarga yang tinggal di rumah kontrakan dengan daya listrik 900 VA ini harus mengeluarkan dana sebanyak Rp 500.000 setiap bulannya.
"Kayaknya saya enggak mau deh, dengan daya 900 VA mau bayar listrik berapa pakai kompor listrik? Ini saja harga sewa kontrakan mau naik lagi," ucap Khusnul.[]