Jakarta - Pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM diminta lebih masif menyosialisasikan 14 pasal krusial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto, mengingat hingga saat ini 14 pasal tersebut masih menjadi perdebatan publik.
"Sosialisasi yang dilakukan pemerintah harus lebih masif terkait 14 pasal yang menjadi sorotan publik. Ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat," kata Didik di Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.
Menurutnya, RUU KUHP merupakan carry over dari keputusan DPR RI 2014-2019. Pembahasan RUU ini juga tinggal dilanjutkan dalam pembahasan di Tingkat II yaitu persetujuan di Rapat Paripurna DPR.
Dia berpendapat, RUU KUHP adalah usul dari pemerintah dan sudah ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, dan berdasarkan keputusan Tingkat I, pemerintah maupun DPR RI sudah setuju untuk dilanjutkan ke pembahasan Tingkat II di Rapat Paripurna.
"Secara substansi RUU KUHP sudah tuntas dibahas, dan berdasar keputusan carry over (operan) DPR RI 2014-2019, pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali kepada masyarakat atas belum terangnya masyarakat dalam memahami secara utuh akan substansi perubahan yang telah disetujui pemerintah dan DPR di pembahasan Tingkat I," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, Komisi III DPR pada 7 Juli 2022 melaksanakan Rapat Kerja (Raker) bersama Wakil Menkumham yang menyerahkan penjelasan 14 poin krusial sebagai bagian dari penyempurnaan dari RUU KUHP.
Pandangannya, penyerahan penjelasan itu dilakukan setelah sebelumnya pemerintah melakukan sosialisasi dan diskusi publik yang diselenggarakan di 12 kota untuk mendapat masukan dari masyarakat.
"Saya mengapresiasi kerja dan upaya Pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan menyerap aspirasi dan masukan publik khususnya terhadap 14 isu krusial tersebut," tuturnya.
Didik mengatakan meskipun pemerintah menyempurnakan RUU KUHP atas masukan masyarakat, penting untuk memastikan kembali dan membuat terang masyarakat atas substansi-substansi penyempurnaan tersebut.
Langkah itu, kata politisi Partai Demokrat ini, agar dalam pengesahan RUU KUHP nantinya dapat diterima dan tidak mendapat penolakan publik.
Berikut 14 poin krusial dalam RKUHP yang dipersoalkan publik
Pertama, hukum yang hidup dalam masyarakat atau the living law. Kedua, pidana mati; ketiga; penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; keempat, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib.
Kelima, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; keenam, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih; ketujuh, contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan.
Kedelapan, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur (diusulkan untuk dihapus); kesembilan, penodaan agama; ke-10, penganiayaan hewan. Ke-11, penggelandangan; ke-12, pengguguran kehamilan atau aborsi; ke-13, perzinahan, dan ke-14 kohabitasi dan pemerkosaan.[] (ANTARA)