News Senin, 18 November 2024 | 12:11

Anis Byarwati: Terobosan Fiskal Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Lihat Foto Anis Byarwati: Terobosan Fiskal Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Nasional Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati. (Foto:Istimewa)

Jakarta – Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, menyoroti stagnasi pertumbuhan ekonomi nasional yang selama lebih dari satu dekade berada pada kisaran 5 persen. 

Menurutnya, tanpa terobosan nyata di sektor fiskal maupun sektoral, target ambisius pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen yang diusung Presiden Prabowo sulit tercapai.

“Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 53 persen, namun pertumbuhannya stagnan di angka 4–5 persen. Sementara sektor manufaktur yang berkontribusi 18 persen hanya tumbuh 3–4 persen. Ini menunjukkan kita terjebak di angka lima persenan saja,” ujar Anis dalam keterangan di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 14 November 2024.

Anis menyebutkan, cita-cita Presiden Jokowi sebelumnya yang menargetkan pertumbuhan hingga 7 persen belum terealisasi. 

Kini, Presiden Prabowo menginginkan pertumbuhan hingga 8 persen untuk mendukung visi Indonesia maju pada 2045. Namun, ia menilai pemerintah belum menunjukkan langkah konkret untuk mewujudkan terobosan tersebut.

“Untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap, kita butuh pertumbuhan 6–7 persen. Tetapi hingga saat ini, belum terlihat kebijakan yang benar-benar revolusioner, baik secara fiskal maupun sektoral, untuk mendorong pertumbuhan,” katanya.

Legislator dari Komisi XI DPR RI itu juga menyoroti perbedaan antara laporan pemerintah mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat dengan realitas di lapangan. 

“Cobalah berkunjung ke pasar-pasar tradisional seperti Pasar Induk Kramat Jati atau Pasar Tenabang. Di sana terlihat jelas daya beli masyarakat yang terus menurun. Bahkan, banyak manufaktur besar yang tutup sehingga memicu PHK massal,” ujarnya.

Terkait penerimaan pajak yang mencapai Rp1.517,53 triliun hingga Oktober 2024 atau 76,3 persen dari target tahunan, Anis mengapresiasi pencapaian tersebut. 

Namun, ia mengkritisi strategi pemerintah yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip countercyclical, terutama di tengah lesunya perekonomian.

“Mengejar target pajak dalam kondisi ekonomi yang lesu adalah langkah kontraproduktif. Kebijakan penghapusan utang UMKM oleh Presiden memang baik, tetapi dampaknya minim karena utang yang dihapuskan adalah utang tidak aktif. UMKM yang masih aktif inilah yang harus didorong,” tegasnya.

Anis mengusulkan insentif yang lebih produktif untuk sektor UMKM sebagai salah satu solusi menjaga pertumbuhan sektor riil. 

Menurutnya, keberpihakan kepada sektor riil harus berjalan seiring dengan kebijakan fiskal yang lebih efisien dan tepat sasaran.

Anis juga menyoroti realisasi belanja negara yang mencapai Rp1.834,5 triliun atau 74,3 persen dari APBN hingga 31 Oktober 2024. Ia mendukung langkah Presiden yang meminta pengurangan biaya perjalanan dinas luar negeri yang tidak esensial.

“Jika benar ada kebocoran anggaran sebesar 20–30 persen, berarti ada sekitar Rp600–700 triliun yang terbuang. Istilah spending better harus diimplementasikan dengan formulasi yang terukur agar efisiensi dan kualitas belanja negara benar-benar memberikan dampak positif,” pungkasnya.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya