Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Luluk Nur Hamidah menekankan pendampingan psikologis selama pemeriksaan korban. Menurutnya, dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) hal itu harus menjadi perhatian.
Luluk berpandangan, hal ini jadi krusial demi meminimalisir pengulangan pengalaman traumatik pada korban.
"Kami ingin memastikan bahwa korban itu bisa didampingi oleh psikolog. Kemudian dari hasil asesmen bisa menjadi pertimbangan bagi penyidik ketika melakukan pemeriksaan kepada korban," kata Luluk dalam Rapat Panja Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin, 4 April 2022.
Dalam rapat tersebut, politisi fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu menyampaikan pendampingan psikolog harus menjadi hak korban. Dia berharap jika nantinya RUU TPKS terwujud, korban merasa kemudahan akses untuk mendapatkan perlindungan.
"Kami melihat ada korban kekerasan seksual yang harus mengalami pengalaman traumatis setelah pada saat pemeriksaan. Jadi, kami ingin memastikan peran psikolog supaya bisa diintegrasikan ke dalam pembahasan ini," ujarnya.
Diketahui, dia juga mengusulkan beberapa poin pertimbangan terkait pendampingan psikologis yang sesuai dengan catatan pada DIM nomor 317. Selanjutnya, usulan tersebut disepakati oleh Panja RUU TPKS sekaligus perwakilan pemerintah yang hadir.
Di antaranya, usulan berisi penyidik melakukan pemeriksaan terhadap korban dengan berkonsultasi dengan psikolog, tidak menyampaikan pertanyaan berulang yang cenderung menghambat proses penyelidikan, dan tidak membuat trauma kepada korban. Lalu, korban didampingi psikolog dan pendamping lainnya.
Terakhir, jika dalam hal pemeriksaan psikologis, korban memiliki trauma berat sehingga terhambat untuk menjalani pemeriksaan, maka pertanyaan dalam pemeriksaan disampaikan oleh psikolog dengan dihadiri oleh penyidik dan pendamping lainnya.[]