Jakarta - Penyelundupan benih lobster di kawasan perairan Pulau Topang, Kabupaten Meranti, dengan potensi kerugian ditaksir mencapai Rp 28,75 miliar, berhasil digagalkan oleh Bea Cukai.
Kepala Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi KPU Bea Cukai Batam, Evi Octavia mengungkapkan hal itu didapat dari hasil operasi penindakan kapal high speed craft (HSC) tanpa nama bermuatan 275.000 ekor benih lobster pada Senin, 2 September 2024.
Operasi ini merupakan sinergi antara Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea Cukai, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam, Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Bea Cukai Batam, Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Kepulauan Riau, dan Batalyon Infanteri 10 Setokok, Batam.
"Penindakan ini bermula dari diterimanya informasi dari masyarakat akan adanya high speed craft (HSC) yang diduga akan melakukan kegiatan penyelundupan benih lobster yang menuju Malaysia tanpa dilengkapi dokumen," kata Evi Octavia dalam keterangannya, Selasa, 3 September 2024.
Atas informasi tersebut, pihaknya langsung membentuk Tim Patroli Laut yang terdiri dari Satuan Tugas (Satgas) Patroli KPU Bea Cukai Batam dengan tiga kapal patroli meliputi BC10029, BC11001, dan BC7004, dan Satgas Patroli Kanwil Bea Cukai Kepri dengan dua kapal patroli meliputi BC8005 dan BC15041.
Tim Bea Cukai kemudian melakukan pengejaran dan peringatan untuk menghentikan HSC tersebut.
Namun, pengemudi kapal sempat melawan, dengan menabrakkan badan kapal, sehingga kapal kandas di hutan bakau kawasan Pulau Topang, Kabupaten Kepulauan Meranti.
"HSC target berhasil dikuasai. Sayangnya, anak buah kapal (ABK) melarikan diri dan tidak berhasil ditemukan," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan petugas akhirnya membawa dan mengamankan HSC beserta seluruh barang bukti ke Dermaga Bea Cukai Tanjung Uncang untuk proses.
Setelah dilakukan pemeriksaan, HSC tersebut diketahui memuat 39 boks berisi 250.000 ekor benih lobster pasir dan 25.000 benih lobster mutiara dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 28,75 miliar.
Sekadar informasi, kejahatan penyelundupan benih lobster dapat dijerat Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5.000.000.000,00 dan Pasal 88 jo Pasal 16 ayat 1 dan/atau Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Perikanan dan/atau Pasal 87 jo Pasal 34 UU RI Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 3.000.000.000,00.
Benih lobster yang diamankan langsung dilepasliarkan ke perairan laut di wilayah perairan Jembatan 6 Barelang.[ Anru33 ]