Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Indonesia (BEM RI) mengajak masyarakat menyikapi wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) dengan menyampaikan penolakan.
Hal itu diungkapkan Koordinator Daerah (Korda) Jawa Barat BEM RI Altisan Sumampouw melalui webinar bertajuk "Proyeksi Penyelenggaraan Pemilu 2024, Prospek dan Tantangan di Tengah Wacana Penundaan Pemilu 2024".
"Saya meminta agar masyarakat tidak diam dan menolak dengan tegas wacana penundaan pemilu tersebut," kata Altisan dalam keterangan tertulisnya, seperti mengutip ANTARA, Minggu, 3 April 2022.
Dia mengatakan, BEM RI sejak awal tegas menolak wacana penundaan pemilu yang digulirkan oleh pemerintah dengan melakukan aksi unjuk rasa beberapa kali di depan Istana Negara.
Menurutnya, jika penundaan Pemilu 2024 terjadi, akan memberikan kepercayaan diri bagi penguasa, sehingga bisa melakukan apa pun yang diinginkan.
"Dengan kepercayaan itu, anggapan mereka adalah rakyat sipil tak mungkin untuk mengatakan tidak. Kita harus memberi pelajaran juga bagi para elite bahwa namanya demokrasi, kedaulatan itu di tangan rakyat dan tidak bisa main-main," ujarnya.
Dia menyebut, berbagai alasan seperti pemulihan ekonomi pasca-pandemi, pemindahan ibu kota negara, dan konflik Rusia-Ukraina yang menjadi landasan untuk penundaan pemilu, tidak masuk akal.
"Kita harus menyuarakan bahwa warga masih punya akal sehat, semua alasan yang dikemukakan oleh penguasa itu sebenarnya tidak masuk akal," kata Altisan.
Sementara, Akademisi Universitas Djuanda (Unida) Bogor Saepudin Muhtar alias Gus Udin, saat menjadi narasumber webinar yang dilaksanakan pada Jumat, 1 April 2022 lalu, beranggapan bahwa penundaan Pemilu 2024 berpotensi merusak tatanan demokrasi.
Dosen Ilmu Politik itu menjelaskan, dasar hukum pelaksanaan pemilu sudah jelas diatur dalam UUD 1945 Pasal 22E. Konstitusi memerintahkan agar pemilu dilaksanakan lima tahun sekali, baik untuk memilih DPR, DPRD, DPD, hingga presiden dan wakil presiden.
Sementara dalam Pasal 7, diatur masa jabatan presiden dan wakil presiden yaitu lima tahun. Sesudah itu dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
"Artinya jika pemilu ditunda terjadi pelanggaran terhadap konstitusi, kecuali dilakukan amendemen. Amendemen pun pasti akan mengundang respons tinggi dari masyarakat, risiko politiknya juga terlalu besar, seperti gejolak sosial di masyarakat, termasuk juga akan berimbas pada menurunnya indeks demokrasi," tutur Gus Udin.
Selain mencederai demokrasi, penundaan pemilu juga berdampak pada perubahan tatanan lembaga negara dan mengganggu regenerasi kepemimpinan baik eksekutif maupun legislatif.
Menurutnya, lembaga negara seperti eksekutif dan legislatif sudah pasti sangat terdampak. Tahapan pemilu juga akan berubah dan pada akhirnya berimplikasi pada pemilihan legislatif (pileg) dan pilkada serentak.
"Pastinya lembaga negara yang pengangkatannya melalui pemilu akan terganggu, misal DPRD baik kabupaten atau provinsi, apakah akan ada perpanjangan masa jabatan juga? Rencana Pilkada Serentak 2024 juga pasti akan terganggu. Dan kondisi seperti ini tidak baik untuk regenerasi kepemimpinan," ujarnya.
Karena itu, dia berharap penundaan pemilu tak benar-benar terjadi. Analisis media sosial (Twitter) juga menunjukkan mayoritas pengguna menolak wacana penundaan pemilu. 79,5 persen warganet merespons negatif (menolak) wacana tersebut.
Selain itu, 88 persen perbincangan soal wacana tersebut mengundang emosi marah dan takut atas penundaan pemilu. Sementara 92 persen warganet tidak setuju penundaan Pemilu 2024. Hasil sigi sejumlah lembaga survei baru-baru ini juga mayoritas menunjukkan masyarakat menolak penundaan pemilu.
"Harapan saya penundaan pemilu tidak terjadi, agar regenerasi eksekutif dan legislatif kita juga berjalan baik," ujarnya.
Pada sisi lain, kandidat doktor ilmu politik UIN Jakarta ini melihat wacana penundaan pemilu juga seperti gimmick dari sejumlah elite partai politik.
Dia mengaku merasa aneh ketika beberapa petinggi partai melontarkan wacana penundaan pemilu, namun sibuk mempersiapkan diri atau menyiapkan calon untuk maju dalam pemilu.
"Ini seperti gimmick elite partai saja, terlebih yang menggulirkan juga elite partai. Entah itu untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas partai, bisa jadi juga itu. Ini kan anomali, ketika wacana penundaan pemilu digulirkan, tapi partai politik juga sibuk mengusulkan calonnya," ucap Gus Udin.[]