Jakarta - Pakar komunikasi politik Antonius Benny Susetyo mengatakan, dalam mencari sosok pemimpin Indonesia ke depan, diperlukan melihat sosok memiliki arete atau keutamaan publik.
Oleh sebab itu, dalam menapaki tahun politik, Benny mengajak publik untuk memedomani pemikiran besar filsafat dan moral, R.P. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ yang mengatakan bahwa "Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa".
Dia berpendapat, apa yang dikatakan Romo Magnis, memberikan realitas gambaran bahwa dalam mencari pemimpin tidak ada yang sempurna, pemimpin memiliki kelemahan, namun pemimpin memiliki rekam jejak yang bisa dilihat dengan mudah lewat dunia maya.
"Maka carilah mereka dari rekam jejaknya, apakah pemimpin itu betul dekat dengan rakyat, lihat programnya, apakah pemimpin itu mampu menyejahterakan rakyatnya, maka lihat kinerjanya. Tapi kinerja bisa dinilai dengan keberpihakan, bagaimana pemimpin itu mampu mengatasi kemiskinan, mengatasi kebodohan, dan mengatasi keterbelakangan," kata Benny dalam keterangannya, Rabu, 12 Juli 2023.
"Maka pemimpin yang ke depan adalah yang berjiwa Pancasila yakni pemimpin antara kata dan tindakan satu tetapi memiliki roso ketuhanan, roso kemanusiaan, roso persatuan, roso musyawarah mufakat, dan keadilan," sambungnya.
Dia mengatakan, mencari pemimpin bukan sesuatu yang mudah, terlebih pemimpin itu bijaksana, berani, sopan dan tidak meledak-meledak emosinya serta bisa mengayomi rakyat di tengah keberagaman suku, etnis dan ratusan agama lokal, itu tidak mudah.
Budayawan itu menegaskan, dalam pencarian sosok pemimpin dapat berdasar pada prinsip seperti yang dikatakan Romo Magnis tentang “Morall Minus Malum” atau memilih yang paling sedikit keburukannya.
"Maka prinsip yang dikatakan Romo Magnus dikenal dalam moral minus malum yaitu carilah pemimpin yang dosanya paling kecil. Maka untuk itu, pentingnya memahami publik memahami realitas. Dalam politik itu selalu tentang saya mendapat apa dan memperoleh apa, maka politik menyangkut kekuasaan pertanyaannya bagaimana kekuasaan itu untuk melayani kesejahteraan umum, bagaimana kekuasaan itu digunakan sarana alat untuk menjaga keutuhan bangsa dan mengaplikasikan Pancasila dalam tindakan," ujarnya.
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP itu menuturkan, Pancasila sebagai kesepakatan dan ideologi bangsa harus dijadikan dalam praksis kebijakan. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pemimpin yang berjiwa Pancasila adalah pemimpin yang memiliki hati terhadap rakyatnya.
“Maka carilah pemimpin yang benar-benar orisinal, pemimpin yang bukan karbit, tetapi pemimpin yang memang betul-betul lahir dari lahir dari rahimnya rakyat. Maka Anda akan menemukan itu kalau Anda memiliki suara hati yang jujur, jangan terkecoh hanya dengan jualan saja,` tuturnya.
Ia menambahkan, dalam mencari pemimpin adalah dengan melihat jiwa trisakti yang dikatakan proklamator Ir. Soekarno yakni: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai bentuk revolusi suatu bangsa.
"Maka pemimpin ke depan dia bukan dealer tapi leader, dia hanya bukan hanya sekedar perantara tapi pemimpin yang punya jiwa yang di katakan oleh Bung Karno, jiwa trisaksti, Maka pemimpin itu punya kemandirian di bidang politik, ekonomi dan kepribadian. Maka pemimpin ke depan adalah pemimpin visioner dan pemimpin itu harus berjiwa NKRI, dan pemimpin itu memiliki latar belakang yang bersih dari masa lalu. Maka pemimpin ke depan adalah pemimpin yang mengaktualisasikan Pancasila dalam tindakan," ucap Benny.[]