Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati mengapresiasi kinerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sepanjang tahun 2021.
Sepanjang tahun itu, BPKP melakukan pengawasan terhadap 87 Kementerian dan Lembaga, 108 BUMN, 1133 BUMD, 785 BLUD, dan 542 Pemerintah Daerah.
Apresiasi disampaikan Anis dalam rapat virtual Komisi XI DPR RI dengan BPKP, Senin, 7 Februari 2022 kemarin.
"Kita apresiasi dengan pekerjaan yang telah dilakukan BPKP yang sangat baik dan jumlah pengawasannya sangat banyak," kata Anis meneruskan catatannya, Selasa, 8 Februari 2022.
Kendati demikian, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini merasa prihatin dengan kecilnya anggaran yang dimiliki BPKP.
"Namun di sisi lain, kita juga prihatin karena anggarannya sedikit. Temuan-temuannya juga bagus sebagai koreksi, evaluasi, masukan untuk pemerintah dan kita semua sebagai lembaga yang bertugas mengawasi bagaimana pemerintah menjalankan amanatnya," ujarnya.
Disitu, Anis menyoroti paparan BPKP yang menjelaskan terkait evaluasi atas 18 pemda. Data yang disampaikan menunjukkan sebesar 27,79 persen belanja pemda tidak efektif dan tidak efisien, berpotensi tidak berdampak dan tidak relevan belanjanya. Sebesar 1,86 persen efektif namun tidak efisien.
Nilai anggaran yang dievaluasi sebesar 15,29 triliun. BPKP juga menyampaikan, 80,81 persen program yang dirancang pemda tidak tepat, tidak berorientasi hasil, tidak terukur, dan target tidak selaras.
Kemudian untuk kegiatannya, hasil evaluasi BPKP sebanyak 83,22 persen kegiatan dirancang tidak tepat, tidak berorientasi hasil, tidak terukur, dan target tak selaras.
Menurutnya, jika rata-rata evaluasi tersebut sejumlah 80 persen, maka yang tepat, selaras dan terukur hanya ada 20 persen dari program dan kegiatan 18 pemda tersebut.
Oleh sebab itu, lanjutnya, hal ini harus menjadi catatan untuk kementerian terkait yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan pihaknya di DPR RI yang memiliki tugas pengawasan.
"Hal-hal seperti ini perlu diangkat dan menjadi catatan penting agar pemerintah bisa melakukan perbaikan terhadap kondisi-kondisi seperti ini di masa mendatang," ujarnya.
Sementara itu, BPKP memberikan penilaian cukup baik kepada pemerintah pusat.
Sebanyak 201 Proyek Strategis Nasional (PSN) terkawal akuntabilitasnya, begitu juga 62 Aksi Strategis Korporasi Negara di antaranya restrukturisasi bisnis PT Garuda Indonesia, penjualan 13 aset tetap PT Asuransi Jiwasraya, pemanfaatan aset TMII, dan divestasi saham PT KAI kepada PT MRT Jakarta.
"Kita perlu lihat kembali dengan seksama. Karena sumber-sumber lain menyebutkan tidak seperti ini. Misalnya tentang proses penjualan aset Jiwasraya dan pemanfaatan aset TMII. Banyak sekali hal-hal yang harus diperbaiki untuk TMII," tuturnya.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga memberikan catatannya mengenai insentif kepada 248.647 tenaga kesehatan yang menurut BPKP dipastikan ketepatannya.
"Hal ini juga harus didalami lagi karena begitu banyak tenaga kesehatan yang mengeluh belum mendapatkan insentif nakesnya termasuk para dokter," tuturnya.
Kemudian tentang paparan BPKP yang menyebutkan bahwa penetapan harga tes PCR dan Antigen dipastikan akuntabel terjangkau oleh masyarakat, Anis juga menyorotinya.
"Harga PCR yang terjangkau masyarakat baru dirasakan beberapa waktu belakangan. Padahal pengawasan BPKP sepanjang tahun 2021. Dan kita tahu bagaimana diawal-awal penetapan harga tes PCR itu sangat mahal untuk masyarakat. Hal ini perlu diberikan penilaian secara proporsional," katanya.
Selain itu, dia juga meminta penjelasan terkait dengan dana cadangan anggaran PEN dan sisa anggaran lebih (SAL), yang pada tahun anggaran 2021 totalnya mencapai 53,1 triliun, di mana menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani hal itu digunakan untuk menambah modal anggaran BUMN dan Lembaga.
Kemudian Menkeu juga menyebut cadangan PEN sebesar 33 triliun dan pemanfaatan SAL sebesar 20,1 triliun digunakan untuk BUMN. Di antara penerimanya PT. Hutama Karya sebesar 25,2 triliun dan Waskita Karya sebesar 7,9 triliun.
"Hal ini perlu dijelaskan juga oleh BPKP," katanya.
Terakhir, Anis berpesan agar BPKP teguh dalam komitmen yang selama ini sudah diperlihatkan.
Komitmen yang dimaksud adalah menggarap pengawasan pada area penerapan manajemen risiko termasuk risiko fraud atau korupsi, meningkatkan pengawasan pada area-area dengan risiko tinggi dan mendorong perbaikan pengendalian internal secara berkelanjutan.
"Pengawasan merupakan salah satu instrumen kunci untuk meminimalisir terjadinya fraud. BPKP memiliki sistem pengelolaan keuangan untuk desa yang telah berbasis web siskeudes (Sistem Keuangan Desa) dan juga menerapkan siswaskeudes (Sistem Pengawasan Keuangan Desa) dapat terimplementasikan dengan baik ketika siskeudes ini berjalan secara online," ujarnya.
"BPKP perlu memastikan kesiapan sistem ini terutama di daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang masih terkendala sarana dan prasarana online. Termasuk mitigasi risiko yang sudah disiapkan, karena kita tahu di daerah-daerah yang belum siap infrastruktur untuk melakukan secara online masih sangat banyak," ucap Anis menambahkan.[]