Hukum Jum'at, 01 Juli 2022 | 12:07

Budaya Menyimpang Anggota Polri Harus Dibabat

Lihat Foto Budaya Menyimpang Anggota Polri Harus Dibabat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (foto: ist).
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Hari ini, 1 Juli 2022 merupakan Hari Bhayangkara ke-76. Polri diminta terus berbenah, salah satunya membersihkan budaya menyimpang anggotanya yang mengkhianati kode etik.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menegaskan hal itu dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 1 Juli 2022.

"Mulai dari elite Polri pangkat jenderal hingga bawahan yang pangkat terendah tamtama. Siapapun pimpinannya, Polri tak boleh kendor untuk menjaga marwah institusi Polri yang memiliki semboyan Rastra Sewakottama," ujar Sugeng. 

Sebab kata Sugeng, arti semboyan Polri itu adalah abdi utama dari pada Nusa dan Bangsa. Dengan demikian, Polri bukanlah penguasa, melainkan abdi negara yang mempunyai tugas melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat. 

Pimpinan tertinggi Polri kata dia, harus mampu menjalankan organisasinya sesuai dengan tujuan reformasi Polri. Menjadikan anggota Polri untuk berbuat baik, berkarya secara profesional, dan berprestasi mengawal tupoksinya. 

"Harapannya, Polri dapat dicintai masyarakat sesuai cita-citanya. Setiap anggota Polri harus menjadi teladan bagi masyarakat. Perilakunya merupakan representasi institusi," tukasnya. 

Menurut dia, setiap pelanggaran yang dilakukan insan Bhayangkara merupakan pengkhianatan terhadap sumpah dan janji, juga mengkhianati institusi Polri. 

Pimpinan Polri saat ini, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sangat serius membenahi institusi Polri melalui Program Polri Presisi untuk melanjutkan estafet reformasi Polri. 

Dia berjanji membawa Polri ke depan menjadi Polri yang adil, Polri yang jujur, Polri yang siap untuk dikritik dan Polri yang transparan. 

Oleh karena itu, perbaikan dan penguatan kinerja Polri terus dilakukan untuk meningkatkan citra Polri melalui aparatnya yang profesional, proporsional, dan humanis. 

Pelayanan masyarakat dan pengaduan masyarakat menjadi tonggak untuk meningkatkan kinerja Polri. 

Kalau dua bidang ini ada masalah, Kapolri tidak segan-segan untuk mencopot jabatan pimpinan. 

Apalagi kalau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri sudah viral di medsos maka pimpinan di kewilayahan dengan cepat mengatasinya melalui sidang disiplin dan kode etik profesi Polri (KEPP). 

Dalam kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit banyak anggota Polri dipecat atau terkena Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). 

Catatan IPW, dalam kepemimpinan satu tahun Kapolri Jenderal Listyo Sigit setelah dilantik 27 Januari 2021, setidaknya ada 352 anggota Polri dipecat.

Berasal dari 19 Polda, di mana tahun 2020 anggota Polri yang dipecat berjumlah 129 orang sehingga di tahun 2021 sanksi tegas ini mengakibatkan kenaikan 250 persen PTDH.

Baca juga:

Mabes Polri Raih WTP Sembilan Kali Berturut-turut

Bahkan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin, 24 Januari 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengatakan, tak akan segan-segan untuk memecat langsung anggota Polri yang melakukan pelanggaran. Walaupun pelanggar dilakukan 500 anggota Polri.

“Untuk melakukan perbaikan kami berkomitmen untuk terus berbenah. Kami tegaskan sekali lagi bahwa Polri, kami tak ragu memecat 30, 50 atau 500 anggota Polri yang merusak institusi,” ungkapnya. 

Apa yang disampaikan Kapolri itu, diharapkan membawa perbaikan terhadap akar reformasi Polri yakni perubahan kultural, perubahan mental anggota Polri. 

Sebab budaya menyimpang seperti penyalahgunaan wewenang, arogansi, pungli dan ketidakprofesionalan serta praktek kekerasan semakin terkikis

Pembabatan terhadap anggota yang menyimpang harus  terus digelorakan Polri ke depan melalui keterbukaan kepada publik. 

IPW juga mencatat upaya Polri sebagai polisi sipil dengan wajah humanis berusaha diwujudkan dalam beberapa kasus viral yang mendapat apresiasi dari masyarakat. Sehingga, kepercayaan masyarakat terhadap Polri terus terbangun. 

Setidaknya, saat hari Bhayangkara 1 Juli 2022, ada sekitar 39 anggota Polri telah dipecat. Sementara puluhan anggota lainnya telah direkomendasikan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena melakukan penyimpangan disiplin, kode etik dan pidana. 

Pemecatan anggota Polri itu, dari catatan yang terpublikasi, paling tinggi berasal dari Polda Sumsel dan Polda Jambi masing-masing telah melakukan PTDH kepada tujuh anggotanya. Kemudian Polda Lampung memecat 6 anggota. 

Sedang tiga anggota telah dipecat oleh Polda Gorontalo dan Polda Maluku Utara, Polda Sulsel, Polda Jabar, Polda Kalteng, Polda Maluku hingga kini tercatat mem-PTDH dua anggota. 

Sedang Polda Sumut, Polda Metro Jaya, Polda Kalbar dan Polda Sulawesi Tenggara, Polda Jawa Timur, Polda Babel memecat satu anggota Polri. 

Namun, PTDH kepada anggota Polri ini masih belum konsisten dilakukan. Munculnya kasus AKBP Brotoseno yang divonis hakim melakukan korupsi namun tetap aktif menjadi anggota Polri dikarenakan Sidang Komisi Kode Etik memutuskan tidak melakukan PTDH menjadi sorotan tajam kepada institusi Polri. 

Belum lagi, masih aktifnya Irjen Napoleon Bonaparte yang telah tersangkut kasus Djoko Tjandra. Padahal, kasus AKBP Mustari yang melakukan pencabulan terhadap anak dengan cepat diputuskan untuk dipecat. 

"Kenyataan ini, harus menjadi evaluasi Polri ke depan. Sehingga marwah Polri sebagai Bhayangkara Negara dengan spirit Presisinya tetap terjaga," tandasnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya