Aceh Barat Daya - Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim berpendapat bahwa orang Aceh tidak pantas untuk mengeluh soal minyak goreng langka seperti yang disuarakan saat ini.
Hal ini karena menurut Akmal, warga Aceh punya stok bahan yang cukup untuk mengolah sendiri minyak goreng, apalagi di Aceh lahan sawit sangat luas dan tinggal kemauan saja.
Akmal berkata, pekerjaan membuat minyak goreng dari tandan buah segar kelapa sawit bisa dilakukan secara manual, apalagi pakai mesin atau alat bantu bisa menghasilkan satu atau dua drum dalam satu hari. Dan itu menurut dia cukup untuk memenuhi kebutuhan satu desa.
Baca juga: Swalayan di Abdya Diserbu Emak-emak
Terlebih lanjutnya, jika pekerjaan ini dilakukan secara serius, bisa menjadi lumbung penghasilan usaha atau usaha sampingan untuk sekadar memenuhi kebutuhan sendiri.
"Jadi, tidak pantas orang Aceh mengeluh soal langkanya minyak goreng. Sawit kita melimpah ruah. Bahkan dua batang sawit di depan rumah saja bisa bikin minyak goreng gratis seumur hidup," kata Bupati Akmal, Jumat, 18 Februari 2022.
Ikan goreng hasil penggorengan minyak buatan Bupati Abdya. (Foto: Opsi/Syamaurizal)
Bupati Akmal sendiri mengaku saat ini sudah menghasilkan beberapa liter minyak goreng dari hasil olahan sendiri di kediamannya. Minyak goreng buatannya itu bahkan sudah dicoba menggoreng ikan dan hasil pengorengannya juga sama seperti hasil minyak pabrikan.
"Sore kemarin saya buat, pagi ini jadi. Belum sempurna memang, tinggal soal penyaringan saja ini. Tinggal saya rancang alat sederhana dan murah, agar minyak makan bisa diproduksi dalam skala rumahan, UKM skala desa, dan sebagainya. Plus saya hitung keekonomiannya, agar usaha semacam ini bisa untung," ujarnya.
Baca juga: Giliran Swalayan Mentari di Abdya Diserbu Emak-emak
Katanya, yang penting mau berusaha dan mencoba. "Tidak sekadar ngomong Aceh Lon Sayang (Aceh Ku Sayang), Aceh Kaya, setelah itu cuma bisa mengeluh, atau salahin orang, atau cuma berpangku tangan sambil bersikap sinis," ujarnya.
Sayang, lanjutnya, mereka-mereka yang punya ilmu, sarjana, atau perguruan tinggi, utamanya jurusan pengolahan pasca panen, atau teknik pertanian, tidak tertarik untuk membantu teknologi kampungan ini ke rakyat.
"Ayo kawan-kawan, meski tak sekolah jurusan itu, prestasi ilmu kita tak cuma sekadar berebut kursi honorer di pemerintah," pungkas Akmal.[]