Jakarta - M Busyro Muqoddas bersama sejumlah kalangan seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggugat Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perkara nomor 54/PUU-XX/2022 itu kemudian disidangkan oleh MK pada sidang perdana UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN tersebut pada Senin, 25 April 2022 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Para pemohon di antaranya, M Busyro Muqoddas sebagai pemohon I, Trisno Raharjo sebagai pemohon II, Yati Dahlia sebagai pemohon III, Dwi Putri Cahyawati sebagai pemohon IV, Aman sebagai pemohon V, dan Walhi sebagai pemohon VI.
Sidang digelar secara daring dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto. Para pemohon diwakili Ermelina Singereta selaku kuasa hukum.
Ermelina mengatakan, proses pembentukan UU IKN tidak menerapkan partisipasi dalam arti sesungguhnya sebagaimana dimaksud pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Hal ini kata dia, dapat ditelaah dari proses pembentukan UU Nomor 3/2022 yang dibuat secara singkat.
Surat Presiden RUU IKN diterbitkan pada 29 September 2021. Dilanjutkan dengan agenda pendahuluan di DPR pada 3 November 2021.
Kemudian rapat paripurna dalam rangka pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan menjadi UU pada 18 Januari 2022.
"Jika dikurangi dengan masa reses, maka pembahasan RUU 3/2022 di DPR hanya 17 hari,” terang Ermelina dalam persidangan.
Ermelina menjelaskan, UU tersebut juga tidak melibatkan pihak yang memiliki concern secara luas.
Menurutnya, pemohon I, pemohon II dan pemohon IV adalah bagian dari orang-orang yang memiliki pandangan dan perspektif luas dan strategis terkait dengan isu IKN, yang seharusnya dilibatkan dalam proses pembentukan UU IKN.
Baca juga:
Temui Jokowi, PM Malaysia Dukung Pembangunan IKN Nusantara
Selain itu, sambung Ermelina, kelompok masyarakat adat di wilayah calon IKN yang terdampak langsung juga tidak dilibatkan.
Disebutnya, hasil identifikasi masyarakat adat di wilayah IKN dalam dokumen Naskah Akademik RUU IKN, setidaknya terdapat tujuh suku asli di wilayah calon IKN dan selebihnya adalah masyarakat pendatang dari berbagai suku (Jawa, Bugis, Banjar, dll) di Indonesia.
Baca juga:
Bangun IKN, Sri Mulyani: Pemerintah Cadangkan Rp 27-30 Triliun di APBN 2023
Suku asli yang teridentifikasi tersebut, di antaranya suku Paser, suku Kutai, suku Bajau, suku Dayak Basap, suku Dayak Kenyah, suku Dayak Benuaq, suku Dayak Tunjung.
"Merujuk pada dokumen naskah akademik, terdapat dua potensi dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat yang tinggal di wilayah calon IKN, yaitu hilangnya mata pencaharian dan tempat tinggal,” jelasnya.
Busyro Cs dalam permohonannya juga menyebutkan bahwa pembentukan UU IKN bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Kata mereka, setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sehingga berdasarkan alasan-alasan tersebut, Busyro Cs meminta MK untuk menyatakan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyarankan para pemohon untuk memperbaiki sistematika permohonan dengan melihat PMK Nomor 2 Tahun 2021.
“Di sana (PMK) sudah dijelaskan syarat formil maupun materiil pengujian undang-undang itu sistematika permohonan sudah jelas diatur di sana,” ujar Manahan.
Manahan kemudian menyarankan para pemohon untuk menjelaskan kedudukan hukum secara tegas. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan uraian kerugian konstitusional atau dugaan konstitusional yang dialami para pemohon.
Hakim Konstitusi Saldi Isra juga menyarankan para pemohon untuk menjustifikasi kedudukan hukum.
Menurut dia, harus dijelaskan di masing-masing pemohon apakah terdampak langsung atau orang yang concern atau dua-duanya.
"Nah, itu harus dicantumkan dalam legal standing. Sehingga tergambar apa hubungan atau keterkaitan antara pemohon dan permohonan pengujian formil ini,” jelasnya.
Saldi juga meminta para pemohon untuk membaca kembali Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
“Saya berharap ya yang 53 orang itu sudah baca betul Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Karena apa? Di putusan MK itu sudah dijelaskan tahap-tahap pembentukan UU itu,” tegasnya.
Wakil Ketua MK Aswanto terhadap Busyro Cs diberi waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan, dan diterima panitera MK paling lambat 9 Mei 2022. []