Jakarta - Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) mendorong pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) untuk mencegah kebocoran data masyarakat.
"RUU Perlindungan Data Pribadi perlu segera disahkan mengingat era digital melaju sangat cepat seiring pandemi Covid-19," kata Ketua STIK-PTIK Irjen Pol Yazid Fanani pada seminar internasional bertajuk "Strategi Perlindungan Data Pribadi: Perspektif Kepolisian Kontemporer" seperti mengutip ANTARA di Jakarta, Selasa, 19 April 2022.
Keberadaan undang-undang (UU) tersebut diperlukan untuk mengatur semua pihak sehingga kejahatan dunia siber dengan penyalahgunaan data pribadi bisa ditekan dan ditangani.
Menurut Yazid, perlindungan data pribadi penting untuk diangkat ke permukaan. Pasalnya, kejahatan tersebut sudah bergeser ke kejahatan siber dengan nilai kerugian yang besar.
Pelaku kejahatan mencuri data pribadi untuk berbagai tujuan, termasuk kepentingan ekonomi.
"Banyak kasus kebocoran data pribadi, bahkan beberapa lembaga telah mengalami kebocoran," katanya.
Senada dengan itu, Guru Besar Kejahatan Siber dan Investigasi Kriminal Korean National Police University (KNPU) Justin Jin-Hyuk Choi menekankan pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi.
Menurutnya, Undang-undang tersebut harus mengatur wewenang bagi penyidik untuk memeriksa telepon seluler, laptop, hardisk, dan gawai lainnya. Tanpa aturan itu, polisi akan kesulitan melakukan penyidikan terkait kebocoran data pribadi dan penyalahgunaannya.
"Harus jelas penyidikan menyangkut privasi data. Wewenang polisi harus sampai mana, ini pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi," kata Jin Hyuk Choi.
Dia mengingatkan kejahatan siber yang berbasis penyalahgunaan data pribadi dan sifatnya sangat dinamis. Oleh karena itu, penyidik harus selalu dinamis mengikuti perkembangan.
Sementara itu, pemateri lainnya Brigjen Pol Edi Setio dari Divisi TIK Polri mengatakan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi penting untuk mengatur keamanan data pribadi seseorang.
Dia berpandangan, potensi kebocoran data pribadi sangat besar di Indonesia. Hal ini disebabkan masih minimnya kesadaran akan pentingnya perlindungan data pribadi.
Edi Setio menilai kesadaran untuk menjaga keamanan perangkat digital masih lemah. Sebagai contoh, orang jarang mengganti kata sandi sehingga memungkinkan datanya bocor dan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Banyak orang menggunakan software gratis. Padahal itu berisiko tinggi," kata dia.
Kemudian, Koordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi Kementerian Komunikasi dan Informatika Hendri Sasmita Yuda mengakui terjadi hambatan dalam pengesahan RUU PDP.
Salah satunya terkendala akibat pandemi Covid-19. Kendati demikian, ia mengatakan pemerintah tetap berupaya maksimal dalam upaya perlindungan data pribadi.
Berbagai peraturan telah dikeluarkan untuk mencegah kebocoran dan penyalahgunaan data pribadi.[]