Pilihan Selasa, 21 Juni 2022 | 11:06

Cuma Rp 50 Ribu, Makan dan Minum Sepuasnya di Ecovillage Silimalombu Danau Toba

Lihat Foto Cuma Rp 50 Ribu, Makan dan Minum Sepuasnya di Ecovillage Silimalombu Danau Toba Burger Aili olahan Ecovillage Silimalombu, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara. (Foto: Ratna Gultom)
Editor: Tigor Munte

Balige - Ecovillage Silimalombu berada di tepian Danau Toba, persisnya di Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara.

Di desa ini ada sebuah restoran dan homestay yang dikelola Ratnauli boru Gultom dan suaminya, Thomas Heinle.

Ecovillage Silimalombu merupakan desa dengan konsep eco-friendly. Salah satu keunikannya, Anda bisa sepuasnya makan dan minum di sini dengan hanya bermodalkan Rp 50 ribu.

Sudah bisa makan roti, makan nasi, jus, ikan bakar, ikan naniura, ikan naniarsik, bahkan mencoba wine dengan harga Rp 50 ribu.

Datang ke sini, tidak perlu membawa bekal makanan apalagi dalam kemasan plastik. Karena semua kebutuhan makanan dan minuman sudah disiapkan Ratnauli dan timnya.

Dan bahan untuk pembuatan kuliner, dan minuman di sini semua diambil dari kebun atau ladang yang mengitari ecovillage milik Ratnauli dan suaminya.

Ecovillage Silimalombu di tepian Danau Toba. (Foto: laektoba.net)

Mulai dari ribuan pohon mangga yang berusia 500-an tahun, pohon kemiri, jambu merah, dll. 

Semua yang tumbuh di ladang seluas sekitar 5 hektare menjadi sumber makanan dan minuman yang diolah dengan baik.

Benar? Ini Ceritanya...

Ratnauli Gultom mengutarakan itu ketika menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "Kuliner dalam Budaya Lokal" yang digelar penyelenggara Festival Literasi Balige pada Sabtu, 19 Juni 2022. 

"Apa yang ada di Silimalombu adalah semua dari kebun. Kami perkenalkan apa yang ada di kebun kami. Itu yang kami olah," katanya.

Mereka kata Ratnauli, mengolah mangga yang ada di sana menjadi bahan kuliner termasuk minuman seperti wine mangga. 

Begitu juga kemiri, dibuat sebagai bahan minyak kemiri, dan lulur kemiri.  

Ratnauli menyebut, pelaku kuliner terutama di Kawasan Danau Toba sebaiknya tidak membuat makanan dan minuman yang sumber bahannya dari hasil membeli.

Semisal, kalau ada pohon coklat di kebun. Maka coklat bisa diolah untuk membuat kue atau membuat selai.

Ratnauli Gultom. (Foto: visitsamosir)

"Jangan kita hanya membeli dan membeli. Tapi apa yang ada di ladang, bisa membuat kuliner. Sehingga turis datang dan tertarik dengan apa yang kita punya itu," tukasnya.

Harus didorong bagaimana tamu yang datang ke Kawasan Danau Toba ingin tahu, atau mencoba makanan dan minuman apa saja misalnya yang ada di Ecovillage Silimalombu.

"Di sini kami juga sambil mengedukasi tamu yang datang. Boleh belajar bagaimana mengolah makanan. Dan mereka bisa melihat bahan-bahannya langsung fresh dari kebun, seperti jambu merah itu kami buat jus untuk tamu," terangnya. 

Ratnauli mengingatkan, jika kuliner-kuliner yang ada di Kawasan Danau Toba bahannya asli dari ladang atau kebun, maka orang tertarik untuk datang menikmatinya.

Dia lalu menunjukkan selai mangga hasil olahan di Silimalombu yang bisa bertahan sampai dua tahun. 

Dan ketika mangga sedang tidak ada, masih ada wine dll. Sehingga tidak pernah kehabisan kuliner di Kawasan Danau Toba.

Salah satu kuliner unik dari Silimalombu yang ditawarkan Ratna, yakni burger aili atau daging dari babi hutan. Bahannya tentu juga dari ladang sekitar mereka.

"Bisa juga buat burger aili, bagi yang mencoba mau burger dari babi hutan silakan datang ke Silimalombu. Bagi yang tidak mau, jangan dipaksakan," katanya.

Lebih jauh dia mengungkap, di Silimalombu tamu boleh makan sepuasnya dengan harga hanya Rp 50 ribu. 

Kuliner hasil olahan di Ecovillage Silimalombu. (Foto: laketoba.net)

Kenapa murah Rp 50 ribu, karena semua hasil dari kebun. Sepuasnya tamu menikmati. Sepuasnya itu sudah makan nasi, ada jus, ada ikan bakar, ada ikan naniura, naniarsik, ada roti-orti, ada lagi wine dengan harga Rp 50 ribu.

"Silakan datang ke Ecovillage Silimalombu, bisa menikmati itu semua. Tapi ketika tamu datang dan membayar Rp 50 ribu, banyak orang bertanya, apa kamu tidak rugi? Tidak, karena semua hasil dari kebun," katanya.

Menurut dia, kalaupun itu mungkin pas-pasan, ketika tamu datang hampir semuanya membeli produk yang ada di Silimalombu. 

"Nah, ketika membeli produk dari situlah keuntungan kita, mungkin dari makanan pas-pasan, untung dikit. Tapi kalau mereka semua beli oleh-oleh itu keuntungan kami," jelasnya.

Ratnauli menyebut, tidak ada namanya rugi ketika memulai dari hasil kebun, dan semuanya pasti untung. 

Demi menjaga kelestarian lingkungan di Kawasan Danau Toba, terhadap tamu yang datang ke Silimalombu disarankan tidak membawa plastik. 

"Kami siapkan semua makanan mereka yang fresh-fresh, segar-segar. Itu menjadi destinasi baru di Kawasan Danau Toba," ujarnya.

Tamu atau wisatawan asing terutama kata Ratna, biasanya tertarik dengan kuliner yang sumbernya asli dari kebun atau ladang sendiri.

Makanan dan minuman hasil olahan Ecovillage Silimalombu. (Foto: laketoba.net)

"Ketika kami membuatkan dari kebun menjadi bermacam ragam makanan untuk kuliner, nah itu yang mereka tunggu terutama orang luar negeri. Ingin mereka melihat di kawasan Danau Toba ini makanan apa yang unggul," katanya. 

Seperti mereka di Silimalombu menunjukkan ragam makanan dan kuliner serta buah-buahan yang banyak di sekitar ladang.

"Bisa kita tunjukkan ke mereka dengan bangga, ini lho kami Indonesia. Kami kaya, nah kekayaan itu, seperti ada mangga-mangga yang sudah 500-an tahun itu yang akan kami tunjukkan ke tamu-tamu yang datang ke Danau Toba," katanya.

Aquafarm

Ratnauli memberi gambaran pula mereka berada dekat dengan danau, dan dikelilingi ribuan pohon mangga dan kemiri.

"Dekat ke danau dan dekat ke Aquafarm, yang merusak Danau Toba. Kita berharap untuk ke depan Aquafarm lebih cepat ke luar dari sini. Merusak ya," katanya. 

Aquafarm yang dimaksud Ratnauli adalah PT Aquafarm Nusantara atau Regal Spring Indonesia, sebuah perusahaan budidaya perikanan yang memiliki keramba jaring apung di sejumlah lokasi perairan Danau Toba. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya