Daerah Kamis, 28 Juli 2022 | 14:07

Desa di Banjarnegara Ini Praktikkan Ilmu Titen Ala Ganjar

Lihat Foto Desa di Banjarnegara Ini Praktikkan Ilmu Titen Ala Ganjar Masyarakat Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, mempraktikkan Ilmu Titen sebagai mitigasi bencana. (Foto: Opsi/Humas Pemprov Jateng).
Editor: Yohanes Charles

Banjarnegara – Masyarakat Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, mempraktikkan Ilmu Titen sebagai mitigasi bencana. Pasalnya, daerah itu rawan bencana longsor.

Kepala Desa Gumelem, Arief Machbub mengatakan, jumlah penduduknya sekitar 12 ribu dengan 2/3 wilayah berada di dataran tinggi atau pegunungan, yang rawan terjadi bencana.

Tercatat, pada 2016 lalu, longsor pernah melanda Gumelem Kulon hingga mengakibatkan enam orang warga desa meninggal dunia. Mereka tewas setelah tertimbun tanah longsor.

Ditambahkan, dari kejadian itu, masyarakat setempat berupaya lebih peduli dan peka akan tanda-tanda alam, serta memaksimalkan kearifan lokal. Hal itu tak lepas dari ilmu titen yang diinisiasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

“Wilayah kami sering terjadi bencana. Terkait kebencanaan di wilayah kami selaku warga Gumelem Kulon, wilayah rawan bencana, ada istilah ilmu titen. Seringnya terjadi kebencanaan sehingga saking titenipun, warga kami bisa merasakan manakala akan terjadi bencana,” kata Arief, saat ditemui di desanya, baru-baru ini.

Baca juga:

Ekspor CPO Sawit Kembali Terbuka, Petani Kembali Bergairah

Dia menunjuk contoh, bila hujan turun dengan durasi lama dan intensitas tinggi, warga mengenalinya sebagai alarm alam, dan mempersiapkan diri. Ada juga, kambing dan ayam yang sering bunyi dan lama. Termasuk juga penggunaan kentongan dan radio intercom.

“Terima kasih Pak Gubernur, Pak Ganjar Pranowo, terkait dengan ilmu titen, karena ini semua bisa kami terapkan di wilayah Gumelem Kulon manakala terjadi bencana,” ucapnya.

Relawan BPBD Desa Gumelem Kulon, Sirun menuturkan, warga memanfaatkan kentongan sebagai peringatan agar masyarakat waspada. Biasanya, itu dibunyikan secara bersahutan.

“Kita mukul kentongan, lainnya mukul sampai sejauh mungkin. Minimal satu RT ada lima kentongan. Kita harus waspada. Kalau peringatan tinggal pukul saja. Kalau di pegunungan, kentongan amat efektif. Kalau kita gunakan HP kurang efektif, terutama saat listrik padam,” kata Sirun.

Warga RT 1 RW 7 Desa Gumelem Kulon, Sarto mengatakan, kentongan sebagai tanda bunyi adanya bahaya merupakan hal penting di desanya, karena rumah warga berjauhan. Misalnya saat ada longsor, bencana kebakaran, dan lainnya.

“Kentongan itu sangat penting buat saya. Bisa jadi tanda kalau ada bencana,” kata dia.

Baca juga:

Kembangkan Potensi Maritim, Lanal Mamuju Uji Coba Budidaya Rumput Laut

Seorang pegiat radio intercom Desa Gumelem Kulon, Karjo mengatakan, pihaknya kerap memanfaatkan radio intercom untuk memberikan informasi penting. Termasuk dalam memberikan informasi bencana.

“Kalau menurut orang sini, intercom itu sangat strategis dan sangat pas. Karena kalau (lokasinya) dilihat (tampak) dekat, tapi kalau datang ke sana berliku, jalannya. Naik gunung, turun gunung wilayah di sini. Jadi bisanya ditembus oleh intercom,” terangnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya