News Sabtu, 22 Januari 2022 | 07:01

Din Syamsuddin Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara, akan Menggugat ke MK

Lihat Foto Din Syamsuddin Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara, akan Menggugat ke MK Mantan Ketua Umum Muhammadiyah dan MUI, Din Syamsuddin. (Foto: Opsi/Ist)
Editor: Rio Anthony


Jakarta - Mantan Ketua Umum Muhammadiyah dan MUI, Din Syamsuddin secara pribadi menolak rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan.

Bahkan, ia berencana menggugat Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang sudah disahkan oleh DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Segera kita gugat UU itu ke Mahkamah Konstitusi," kata Din kepada, Jumat 21 Januari 2021.

Dia mengatakan, pemindahan Ibu Kota Negara saat pandemi itu tidak tepat. Sebab masih banyak masyarakat yang kesusahan.

Dia mengatakan tak ada urgensinya memindahkan Ibu Kota Negara saat kita memiliki utang luar negeri yang sangat tinggi.

Hingga hari ini, Bank Indonesia mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia yaitu US$416,4 miliar pada akhir November 2021.

"Tidak ada urgensi sama sekali apalagi pemerintah memiliki utang tinggi, adalah keputusan/kebijakan yang tidak bijak," tegas Din.

Dia mengaku, pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan berpotensi merusak lingkungan hidup. Tak hanya itu, kata dia Ibu Kota Negara Baru akan menguntungkan segelintir orang.

"Maka pemindahan Ibu Kota Negara adalah bentuk tirani kekuasaan harus ditolak," kata Din.

Proses peralihan menuju Ibu Kota Negara yang bernama Nusantara rencananya akan dimulai tahun ini usai DPR mengesahkan RUU tentang IKN menjadi UU beberapa hari lalu.

Megaproyek Ibu Kota Negara Baru disebut membutuhkan anggaran sebesar Rpp 466 triliun hingga Rp 486 triliun.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi tidak setuju dengan keputusan pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Dia juga mengajak warga DKI Jakarta untuk ramai-ramai menolak UU IKN dan dapat menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya mendorong untuk melakukan (tindakan) sesuai prosedur hukum. Atau masyarakat DKI secara umum menyuarakan lebih besar lagi penolakannya. Tentu saja secara konstitusional, bermartabat, beradab, sehingga itu menjadi gagasan yang bisa disaksikan siapa saja, kan negara ini bukan milik penguasa," katanya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya