Medan - Dirman Rajagukguk, petani dan warga Masyarakat Adat Tungkonisolu di Desa Parsoburan Barat, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, sejak lama sudah bersengketa dengan PT Toba Pulp Lestari atau PT TPL.
Sengketa itu lalu berujung pada pemenjaraan dirinya oleh PT TPL. Dia divonis tiga tahun penjara di PN Balige pada 6 Oktober 2022 dan kini menjalani proses banding di PT Medan.
Dirman dan warga sekitar Tungkonisulu sudah lama bermukim serta mengusahai lahan yang ditanaminya kopi dan jagung, jauh sebelum PT TPL memiliki hak konsesi yang diberikan pemerintah.
Marga Rajagukguk pertama sekali membuka lahan perkampungan dan pertanian di Tungkonisolu.
Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda tercatat seluas 770 hektare merupakan lahan yang dikuasai Guru Hasian Rajagukguk, generasi ke-7 dari keturunan Tuan Gukguk.
Dirman sendiri merupakan generasi ke-9, terhitung dari Guru Hasian Rajagukguk.
Mulai dari 1. Guru Hasian Rajagukguk, 2. Ompu Toga, 3. Guru Hasian, 4. Raja Parmaksi, 5.Guru Marihot, 6.Ompu Lontung, 7.Ompu Sorta, 8.Ompu Maringat, dan 9. Diman Rajagukguk.
Jika jarak antargenerasi diperhitungkan selama 25 tahun, maka sembilan generasi x 25 tahun adalah 225 tahun. Maka tahun 1992 - 225 tahun adalah tahun 1767.
Artinya marga Rajagukguk lebih dahulu 225 tahun dibanding hadirnya PT TPL. pada tahun 1992.
Kampung Tumangkonisolu sudah dibuka dan dikuasai secara turun temurun oleh marga Rajagukguk sejak tahun 1.767, yaitu 178 tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Baca juga:
Dirman Rajagukguk Dipenjara Karena Tanam Kopi di Ladangnya di Toba (1)
Dirman lahir di Tungkonisolu pada 23 September 1963. Sedangkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 493/Kpts-II/92 tanggal 1 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) kepada PT Inti Indorayon Utama.
Dirman telah berumur 29 tahun atau sudah lebih dahulu 29 tahun menginjak dan mengetahui Kampung Tungkonisolu.
Sengketa dengan PT TPL
Sengketa Dirman dan warga lainnya sekitar 147 KK dengan PT TPL atau sebelum tahun 2.000 disebut PT Inti Indorayon Utama, telah berlangsung sejak tahun 1992.
Terjadi setelah PT Inti Indorayon Utama berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 493/Kpts-II/92 tanggal 1 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), dan perusahaan ini kemudian menebangi dan mengambil habis pohon-pohonan termasuk pinus di Kampung Tungkonisolu.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 493/Kpts-II/92 tanggal 1 Juni 1992 itu sendiri telah delapan kali diubah, terakhir dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 tentang Perubahan Kedelapan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 493/KPTS-II/1992 tanggal 1 Juni 1992.
Berikut perubahan keputusan menteri itu, selanjutnya perusahaan itu mempunyai areal kerja lahan seluas 167.912 hektare, termasuk diantaranya sebagian dari tanah seluas 770 hektare hak ulayat marga Rajagukguk di Kampung Tungkonisolu.
Pohon-pohon pinus yang sejak sekitar tahun 1970-an ditanam oleh pemerintah atas izin marga Rajagukguk, diangkut ke pabrik perusahaan tersebut di Sosor Ladang, Desa Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumatra Utara.
Lalu lahan bekas penebangan pepohonan langsung ditanami bibit pohon eucalyptus. Namun pada 19 Maret 1999, Pemerintah Pusat menghentikan kegiatan operasional PT Indorayon Inti Indorayon Utama, dan kemudian setelah 15 November 2000 berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan pada 11 Mei 2001 diizinkan beroperasi kembali dengan produk pulp tanpa rayon.
Tahun 2002 seluruh pohon eucalyptus yang ditanam sekitar tahun 1992 ditebang habis oleh PT TPL sehingga lahan menjadi kosong.
Tahun 2003 sebagian dari lahan kosong tersebut dikuasai oleh sebanyak 135 KK warga Kampung Tungkonisolu dengan menanam kopi, jagung, dan lain-lain. []