News Selasa, 29 Maret 2022 | 12:03

DPR dan Pemerintah Mulai Bahas RUU TPKS, ICJR: Cabut Pasal 27 Ayat (1) UU ITE

Lihat Foto DPR dan Pemerintah Mulai Bahas RUU TPKS, ICJR: Cabut Pasal 27 Ayat (1) UU ITE Demo sahkan RUU TPKS. (Foto: Liputan6)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Baleg DPR RI akan kembali melanjutkan pembahasan RUU TPKS.  Pembahasan sempat terhenti pada bahasan jenis-jenis tindak pidana. 

Salah satu yang menjadi perdebatan dalam pembahasan tentang pengaturan tindak pidana Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), yang mana RUU Baleg DPR memperkenalkan tindak pidana pelecehan seksual berbasis elektronik pada Pasal 5 RUU TPKS.

Namun daftar inventaris masalah (DIM) pemerintah merekomendasikan penghapusan pasal tersebut. Pemerintah mendalilkan penghapusan tersebut dengan berdasarkan pada adanya UU ITE, utamanya Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan. 

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) merekomendasikan hal yang dapat dilakukan pemerintah dan DPR terkait dengan hal ini untuk melindungi korban KBGO, yaitu Pasal 27 ayat (1) UU ITE selama ini merupakan momok utama bagi korban KBGO. 

Sudah banyak korban KBGO yang malah menjadi pesakitan dan harus menanggung konsekuensi pidana dari pasal karet UU ITE tersebut.

Kedua, larangan perbuatan dalam Pasal 27 ayat (1) adalah pidana bagi semua jenis perbuatan atau konten yang “melanggar kesusilaan”. 

Ketika konten pribadi korban, sekalipun korban tidak berkehendak, korban akan dianggap “melanggar kesusilaan” dan justru dikriminalisasi. 

Pasal 27 ayat (1) UU ITE sama sekali tidak ditujukan untuk melindungi integritas tubuh korban, sebagaimana diusulkan dengan sangat baik oleh DPR dalam RUU TPKS.

Hal inilah yang terjadi pada kasus Baiq Nuril (2018), memberikan konten pelecehan untuk melapor malah dikriminalisasi dengan tuduhan melanggar kesusilaan. 

Baca juga: DPR: Dengan RUU TPKS, Indonesia Dianggap Progresif Terhadap Perlindungan Perempuan

Kasus sejenis juga terjadi pada W (2015) di Bandung yang diadili dengan Pasal 27 ayat (1) padahal suaminya sebagai pelaku kekerasan dalam rumah tangga yang menyebarkan konten pribadi W yang diambil dari pesan pribadi di Facebook miliknya. 

Dengan orientasi pada “kesusilaan” yang mana begitu luas dan hanya melihat konten, korban takut melaporkan KBGO yang dialaminya, karena dengan mudah dituduh terlibat konten melanggar kesusilaan. 

Baca juga: Darurat Kekerasan Seksual, Korps PMII Putri Mamuju: Sahkan RUU TPKS

Ketiga, Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah pasal karet yang tumpang tindih dengan UU Pornografi dan KUHP. Dalam perumusan hukum pidana, tentu pembentuk UU harus menghindarkan adanya tumpang tindih pasal dan pasal karet. 

"Pasal 27 ayat (1) UU ITE jelas-jelas tumpang tindih dengan UU Pornografi dan KUHP, semua perbuatan dalam KUHP dan Pornografi telah dan cukup untuk mengcover semua perbuatan yang perlu dikriminalisasi, sehingga tidak lagi diperlukan Pasal 27 ayat (1) UU ITE," jelas peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 29 Maret 2022. 

Terlebih kata dia, dengan adanya kriminalisasi perbuatan KBGO dalam RUU TPKS, maka akan memperkuat sistem hukum tindak pidana kekerasan seksual. Hal positifnya, dengan hilangnya Pasal 27 ayat (1) UU ITE, korban KBGO akan menjadi lebih aman.

"Kami merekomendasikan sidang pembahasan RUU TPKS untuk dalam ketentuan penutup Pasal 71 RUU TPKS menghapus Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Pasal itu berbahaya dan menakutkan untuk korban," kata Maidina. 

Dia menyebut, RUU TPKS bisa mencabut pasal dalam UU ITE, karena banyak UU juga menghapus pasal-pasal dalam undang-undang lainnya yang bertentangan atau tumpang tindih, misalnya UU PTPPO, UU Perlindungan Anak, UU Tipikor, dan UU lainnya. 

Disebutnya, dalam Pasal 5 RUU TPKS perlu ada penguatan norma tindak pidana KBGO, antara lain memasukkan larangan perbuatan merekam ruang privat tanpa izin, menyebarluaskan dengan tujuan melawan hukum, tanpa kehendak memodifikasi/memalsukan informasi elektronik untuk menghadirkan citra seksual tentang orang lain.

"Dalam bahasan tentang hak korban khususnya hak penanganan, harus diatur hak korban atas penghapusan konten pribadi yang tersebar. Dalam bahasan tentang hak korban khususnya hak pemulihan harus diatur hak untuk dilupakan atau right to be forgotten, yaitu hak penghilangan informasi pribadi secara permanen dalam mesin pencari berdasarkan penetapan/putusan pengadilan," tandasnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya