Jakarta - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Netty Prasetiyani Aher mengkritik membengkaknya anggaran untuk pelaksanaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI di IKN.
Kritikan itu juga disampaikan Netty merespons pernyataan pemerintah yang mengatakan kenaikan anggaran itu sebuah kewajaran.
"Di mana kewajarannya? Saat ini kondisi rakyat sedang mengalami kesulitan akibat badai PHK, mengapa negara justru menghamburkan uang untuk seremoni?" kata Netty dalam keterangannya, Selasa, 13 Agustus 2024.
Beberapa waktu lalu pemerintah mengatakan membengkaknya biaya peringatan HUT RI tersebut lantaran kegiatan digelar di dua tempat, yakni di Jakarta dan di IKN.
Terbatasnya infrastruktur di IKN membuat pemerintah harus mengalokasikan biaya transportasi dan akomodasi yang besar bagi para tamu.
"Tentu saja biayanya bengkak karena infrastruktur belum siap tapi sudah dipaksakan untuk membuat acara di IKN. Apakah demi gengsi semata maka uang negara dikeluarkan jorjoran," ujarnya.
Jika memiliki kepekaan, lanjut dia, seharusnya pemerintah fokus pada penyelesaian berbagai persoalan dan pekerjaan rumah (PR) di masyarakat akibat lesunya pertumbuhan ekonomi.
"Saat ini kita tengah menghadapi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pasti berdampak pada perekonomian masyarakat. Bukankah ini lebih prioritas untuk ditanggulangi?" ujarnya.
Diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat terjadinya PHK kepada setidaknya 101.536 karyawan pada Januari hingga Juni. Jumlah pekerja yang terdampak pun diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga akhir 2024.
"Contohnya, sektor tekstil dan pakaian jadi yang mengalami pelambatan pertumbuhan sehingga harus melakukan PHK pekerja, bahkan penutupan pabrik. Ironinya, belum ada intervensi dari pemerintah untuk mengatasinya, malah sibuk buat acara megah di IKN. Pemerintah harusnya prioritaskan ini," ucap Netty.
Lebih lanjut, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang bertugas di Komisi Ketenagakerjaan dan Kesehatan DPR itu juga menyoroti adanya puluhan juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) non-aktif saat ini.
Berdasarkan data per 1 Juni 2024, dari total 273 juta peserta BPJS, terdapat 58,3 juta peserta yang berstatus non-aktif
"Artinya peserta non-aktif JKN ini sebagian besarnya menunggak iuran. Penyebabnya antara lain karena miskin, karena di-PHK, karena kesulitan ekonomi," katanya.
Ia berpendapat, alasan miskin dan kesulitan ekonomi juga membuat masyarakat banyak yang terjerumus pinjaman online (pinjol).
"Bukankah lebih prioritas jika anggaran negara digunakan untuk subsidi keluarga korban PHK dan pelunasan tunggakan BPJS sehingga masyarakat tidak berutang di pinjol," tuturnya.
"Misalnya, petani tomat yang menjerit karena harganya anjlok. Belum lagi kalau kita lihat industri UMKM yang susah modal dan sering merugi. Di mana hadirnya pemerintah," kata Netty menambahkan.
Selanjutnya, Netty juga menyampaikan PR lain yang harus menjadi fokus pemerintah, yakni terkait masih minimnya anggaran pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bermasalah di luar negeri.
"Anggaran pemulangan PMI bermasalah juga amat minim karena rendahnya political will Pemerintah," tutur dia.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa kritik yang datang dari masyarakat terhadap pembengkakan biaya peringatan HUT RI di IKN merupakan keniscayaan.
"Pemerintah sibuk euforia dengan membuat acara di IKN, sementara kesulitan rakyatnya terabaikan. Padahal peringatan kemerdekaan Indonesia bisa dilakukan dengan cara sederhana tapi sarat makna," ujarnya.
Kemudian, dia meminta agar pemerintah membuka ke publik terkait total anggaran pelaksanaan HUT ke-79 RI, termasuk biaya acara di IKN.
"Masyarakat harus tahu berapa jumlah biayanya. Sampaikan pada publik secara transparan," ucap Netty.[]