News Senin, 23 Juni 2025 | 18:06

DPR Kritik Penonaktifan PBI JKN: Jangan Sampai Warga yang Benar-benar Miskin Kehilangan Akses

Lihat Foto DPR Kritik Penonaktifan PBI JKN: Jangan Sampai Warga yang Benar-benar Miskin Kehilangan Akses Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher. (Foto:Istimewa)

Jakarta – Kebijakan Kementerian Sosial yang menonaktifkan lebih dari 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuai perhatian serius dari DPR RI.

Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher, mengingatkan pemerintah agar langkah itu tidak mengorbankan masyarakat miskin dan kelompok rentan yang sangat bergantung pada akses layanan kesehatan.

Data dari pemerintah menyebut penonaktifan dilakukan karena sebagian besar peserta tidak lagi tercatat dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), atau dinilai telah sejahtera berdasarkan uji petik. Namun, DPR meminta agar proses ini dikawal ketat.

“Kami mendukung pemadanan data agar bantuan PBI JKN tepat sasaran, tapi jangan sampai ada warga yang benar-benar miskin justru kehilangan akses kesehatan karena kesalahan administratif,” tegas Netty, Senin, 23 Juni 2025.

Menurutnya, kesehatan adalah hak dasar warga negara yang tidak boleh terputus hanya karena kekeliruan data atau keterlambatan pemutakhiran.

Netty mendesak pemerintah pusat dan daerah segera melakukan verifikasi ulang terhadap peserta yang dinonaktifkan. Terutama mereka yang tergolong miskin, sakit kronis, atau tidak mampu membayar layanan kesehatan mandiri.

“Lakukan sosialisasi masif agar masyarakat yang terdampak tahu bagaimana mengajukan kembali haknya. Jangan biarkan mereka kebingungan saat butuh layanan rumah sakit,” ucap politisi PKS itu.

Ia juga menyoroti lemahnya koordinasi data antar kementerian. Menurut Netty, pemutakhiran seharusnya mengintegrasikan data dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial secara menyeluruh.

“Kebijakan bantuan jangan dijalankan sektoral. Warga yang sakit tidak bisa menunggu sinkronisasi antar-lembaga,” tandasnya.

Netty menekankan bahwa keadilan sosial dan perlindungan bagi kelompok miskin harus menjadi pijakan utama dalam pengambilan kebijakan publik.

“Negara tidak boleh abai. Jangan sampai demi efisiensi data, rakyat justru kehilangan haknya,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya