Jakarta - Komisi XI DPR RI menggelar rapat kerja bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam rangka evaluasi fiskal triwulan 1 tahun 2024, di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024.
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati dalam rapat tersebut menyampaikan harapan dan optimisme menyoal tumbuhnya ekonomi nasional dengan lebih baik di tahun 2024.
Dia menegaskan bahwa seluruh kerja-kerja dalam bernegara memiliki tujuan untuk menyejahterakan rakyat.
"Hasil pembangunan itu harus kembali kepada rakyat dan dinikmati oleh rakyat," kata Anis seperti mengutip keterangannya, Rabu, 20 Maret 2024.
Selain itu, Ketua DPP PKS ini juga menyoroti tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat cukup baik di tengah pertumbuhan ekonomi global yang terus menurun.
Namun pandangannya, 5,02 persen pertumbuhan ekonomi saat ini harus dikomparasikan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Diketahui, tingkat kemiskinan Indonesia berdasar data terakhir BPS mencapai 25,9 juta orang. Ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi dilantik pada tahun 2014 lalu, angka kemiskinan sebanyak 27,75 juta orang.
"Artinya hanya turun 1 persen tingkat kemiskinannya," tegas Anis.
Angka kemiskinan dalam target RPJMN 2015-2019 yang dicanangkan pemerintah sebesar 7-8 persen. Sementara dalam RPJMN 2020-2024 targetnya 6-7 persen, tapi hingga tahun 2023 lalu, tingkat kemiskinan masih di angka 9,22 persen.
Lalu tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia kini mencapai 1,12 persen pada Maret 2023, sementara pemerintah memiliki target 0 persen masyarakat miskin ekstrem pada 2024.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga memberi catatan atas realisasi APBN sampai dengan 29 Februari dan 15 Maret 2024.
Dalam pemaparannya, Menkeu menyampaikan pendapatan negara mengalami penurunan 4,5 persen dan 5,4 persen sedangkan belanja negara mengalami peningkatan sampai 30,1 persen dan 18,1 persen. Hal ini dikarenakan adanya pemilu dan Bulan Ramadan.
Konsumsi rumah tangga selama ini menjadi penyumbang terbesar untuk ekonomi Indonesia yang saat ini mencatat angka 53 persen. Artinya hubungannya sangat erat dengan daya beli Masyarakat.
Dia menegaskan agar pemerintah segera melakukan langkah mitigasi risiko atas potensi terjadinya gejolak harga pangan, terutama selama bulan suci Ramadan hingga Idul Fitri nanti.
"Pemerintah harus konsisten berupaya untuk menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga yang terjangkau oleh masyarakat," ucap Anis Byarwati.[]