Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus mendukung langkah Polri membongkar kasus mafia tanah yang diduga melibatkan oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Guspardi berpendapat, langkah yang tegas dan berani sangat dibutuhkan dalam menumpas mafia tanah dan mengatasi persoalan pertanahan atau mrantasi gawe.
"Ditangkapnya empat pejabat BPN di Jakarta dan Bekasi dapat dijadikan genderang perang penumpasan mafia tanah," kata Guspardi meneruskan catatannya di Jakarta, Senin, 18 Juli 2022.
Dia mengatakan, persoalan mafia tanah sudah membuat resah dan selalu melibatkan banyak pihak, termasuk oknum di BPN, pemodal dan oknum di beberapa lembaga/institusi negara sampai aparat desa/kelurahan serta pihak terkait lainnya.
Menurutnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang merupakan mitra kerja Komisi II DPR RI memang sedang giat melaksanakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Kita juga menghimbau kepada masyarakat mengurus sendiri pendaftaran sertifikat tanah dan jangan menggunakan calo dan tidak perlu menyuap," ujarnya.
Dia menilai, masyarakat yang mengurus sertifikat tanah melalui PTSL tidak perlu mengeluarkan biaya, mulai dari sosialisasi, pengukuran, hingga penerbitan sertifikat tanah karena telah ditanggung APBN.
Namun menurutnya, pra-PTSL memang memberikan kewenangan Pemdes dalam rangka persiapan, boleh menarik biaya kepada masyarakat.
"Keputusan ini merupakan hasil Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yaitu Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT). Paling rendah di Pulau Jawa Rp 150.000, dan paling tinggi di Papua sekitar Rp 450.000," tuturnya.
Biaya tersebut, kata dia, dipergunakan Pemdes untuk tiga jenis kegiatan, yaitu kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, dan operasional petugas desa/kelurahan.
Karena itu, dia menilai terungkapnya kasus mafia tanah di Jakarta dan Bekasi, menjadi momentum bagi penegak hukum menabuh "genderang perang" kepada mafia tanah sebagai prioritas.
"Jadikan momen penangkapan keempat oknum pejabat BPN ini menjadi lecutan dan komitmen aparat penegak hukum untuk menabuh `genderang perang` kepada mafia tanah sebagai prioritas. Siapa pun yang terlibat dan beking di belakang harus ditumpas dan diseret ke pengadilan untuk memberikan efek jera," katanya.
Selain itu, dia menegaskan, Kementerian ATR/BPN harus memecat oknum pejabat BPN yang terlibat dalam praktek mafia tanah dan juga melakukan "pembersihan" besar-besaran ke dalam institusi BPN untuk menghilangkan oknum-oknum yang terlibat dalam sindikat mafia tanah.[]