Tanjung Balai - Pengadilan Negeri Tanjung Balai, Sumatra Utara, menyidangkan perkara sejumlah polisi yang menggelapkan narkoba jenis sabu hasil sitaan. Jaksa penuntut umum setempat menuntut dua polisi hukuman mati, dan sembilan lainnya hukuman seumur hidup.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim Salomo Ginting, terungkap ke-12 terdakwa, satu di antaranya pekerja harian lepas di kepolisian, menggelapkan sebanyak 19 kilogram (Kg) dari 76 Kg yang disita sebelumnya.
Dari 16 Kg yang digelapkan, sebagian di antaranya juga sudah dijual kepada sejumlah bandar narkoba. Uang hasil penjualan sebesar Rp 850 juta, kemudian dibagi-bagi para terdakwa.
”Sidang beragendakan pembacaan nota tuntutan terhadap 12 terdakwa dengan 11 di antaranya merupakan polisi dan satu lainnya pekerja harian lepas di kepolisian. Dua polisi dituntut mati dan sembilan lainnya seumur hidup,” kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumut Yos Arnold Tarigan, Rabu, 19 Januari 2022 dikutip dari kompas.id.
Dikatakannya, tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Rikardo Simanjuntak.
Dua polisi yang dituntut hukuman mati, ialah Tuharno dan Waryono. Keduanya menjadi otak penggelapan dan penjualan barang bukti sabu.
Sembilan polisi lainnya yang dituntut seumur hidup, adalah Syahril Napitupulu, Agung Sugiarto Putra, Hendra Tua Harahap, Kuntoro, dan Agus Ramadhan Tanjung.
Berikutnya Josua Samaoso Lahagu, Rizki Ardiansyah, Khoiruddin, dan Leonardo Aritonang. Seorang lainnya, yakni Hendra, yang merupakan pekerja harian lepas di Polres Tanjung Balai, dituntut 15 tahun penjara.
Rikardo mengatakan, kasus bermula ketika anggota Satuan Polisi Air Polres Tanjung Balai, Syahril dan Khoiruddin, menemukan kapal yang menyelundupkan 76 Kg sabu di perairan Tangkahan, Kabupaten Asahan pada 19 Mei 2021.
Baca juga: Akun Polda Sumut Sukai Konten Gay, Polisi Bilang Twitter @polisisumut Diretas
Mereka melaporkan temuan itu kepada Kasat Polair Polres Tanjung Balai Togap Sianturi yang kemudian memerintahkan anggotanya menuju lokasi temuan kapal itu.
Anggota Polair itu, yakni Tuharno, Juanda, Hendra, dan Jhon Erwin Sinulingga, berangkat dengan kapal Bhabinkamtibmas menuju lokasi kapal yang mengangkut narkoba. Anggota lainnya, Leonardo Aritonang dan Sutikno, berangkat dengan kapal lain.
Sesampainya di lokasi, para anggota polair itu membawa kapal pengangkut narkoba ke markasnya dengan cara ditarik. Di tengah perjalanan, Tuharno melompat ke kapal pengangkut narkoba dan mengambil satu goni berisi 13 Kg sabu. Ia memindahkannya ke kapal Bhabinkamtibmas dan menyimpannya di lemari bahan bakar minyak.
”Tuharno dan Khoiruddin kemudian sepakat untuk mengambil lagi sabu 6 Kg untuk dijual sebagai uang rusa (uang untuk dibagikan kepada orang yang mengetahui). Sabu disimpan di kolong kursi depan,” kata Rikardo.
Setelah menyimpan sebagian sabu, Tuharno pun menghubungi Kepala Unit di Satuan Reserse Narkoba Polres Tanjung Balai Waryono. Ia menginformasikan ada temuan sabu. Mereka pun sepakat untuk menggelapkan sebagian barang bukti sabu itu.
Mereka bertemu di Dermaga Tangkahan Sangkot Kurnia. Tuharno menyerahkan 6 Kg sabu kepada Waryono. Sabu itu selanjutnya disimpan di semak-semak dekat Jalan Pendidikan, Tanjung Balai. Sementara 57 Kg sisa barang bukti dibawa ke Polres Tanjung Balai untuk dilakukan penyelidikan.
Waryono lalu bertemu dengan rekannya, yakni Hendra, Agung, Rizki, Josua, dan Kuntoro. Mereka pun sepakat untuk menjual sabu itu ke jaringan pengedar narkoba yang mereka kenal.
Waryono menjual 1 Kg sabu dengan harga Rp 250 juta kepada bandar bernama Tele. Mereka bertransaksi di belakang SMA Negeri 2 Tanjung Balai. Hingga kini Tele masih buron.
Polisi lain, Agung menghubungi Boyot, bandar narkoba lain. Agung menyerahkan 5 Kg sabu dengan kesepakatan harga Rp 1 miliar. Namun, Boyot baru membayar Rp 600 juta. Boyot pun masih buron hingga kini.
Dari uang hasil penjualan sabu itu, Tuharno dan Khoiruddin memberikan uang Rp 100 juta kepada Syahril sebagai uang ”rusa”.
Selepas membacakan tuntutan, sidang diskors dan akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan nota pembelaan dari para terdakwa, sebelum kemudian pembacaan putusan oleh majelis hakim. []