Papua - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak Presiden RI segera memerintahkan Panglima TNI memproses prajurit yang diduga melakukan penganiayaan anak di Papua.
Direktur LBH Papua Emanuel Gobay dalam keterangan tertulisnya menyampaikan hal itu, Sabtu, 23 Maret 2024.
Diungkap ada dua peristiwa penganiayaan yang melibatkan anggota TNI di Papua dalam waktu dan lokasi kejadian berbeda.
Peristiwa pertama terjadi di Kabupaten Yahukimo. Dialami MH (15) dan BGE (15), dua pelajar yang ditangkap di Kali Brasa, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan pada Kamis, 22 Februari 2022.
Dua remaja di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, itu ditangkap aparat TNI/Polri, tak lama setelah aparat menembak mati seorang milisi pro-kemerdekaan.
Kejadian ini menurut Emanuel, rentetan dari penembakan pesawat Wings Air oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada 17 Februari 2024.
Foto-foto penangkapan dua remaja di Yahukimo itu beredar luas. Dalam sebuah foto dua remaja laki-laki itu berada dalam posisi menelungkup, sementara tangan mereka diikat ke belakang.
Di sekitar mereka terdapat tiga tentara berseragam, salah satunya menjulurkan lidah ke arah pemotret.
Pada foto lainnya, dua remaja laki-laki itu berada dalam posisi duduk bersila, dengan tangan diikat ke belakang.
Sejumlah luka tampak pada tubuh mereka. Dua tentara berseragam dan bersenjata berdiri di belakang dan mengawasi mereka.
Kata AKBP Bayu Suseno, Juru Bicara Satgas Damai Cartenz sebagaimana dikutip dari media, menyebut dua remaja tidak memiliki hubungan dengan milisi pro-kemerdekaan.
Peristiwa kedua kata Emanuel, terjadi di Kabupaten Puncak, sebagaimana terlihat dalam video viral.
Adanya dugaan penyiksaan kepada seseorang dalam sebuah drum, dimana yang melakukan tindakan salah satunya menggunakan baju berlambang Satgas Yonif Raider 300 Brawijaya.
Atas peristiwa itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Nugraha Gumilar membenarkan, pelaku penganiayaan warga di Papua adalah anggota TNI.
Ia mengatakan, warga diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di Pos Gome di wilayah Kabupaten Puncak Papua.
TNI, kata Nugraha, saat ini sedang melakukan penyelidikan. Anggota TNI itu juga sedang diperiksa.
BACA JUGA: Oknum TNI yang Aniaya Warga Papua Bakal Ditindak Tegas dan Diproses Hukum
Emanuel menegaskan, dalam kasus pertama di Kabupaten Yahukimo ditemukan fakta pelanggaran ketentuan Pasal 30 Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4) UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Di ketentuan itu ditegaskan bahwa penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.
"Atas dasar itu, melalui adanya fakta tindakan penyiksaan dalam penangkapan maka jelas-jelas melanggar ketentuan bahwa perlindungan khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan melalui pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya,” kata dia.
Hal itu menurutnya sebagaimana diatur pada Pasal 64 huruf e, UU Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam kasus kedua di Kabupaten Puncak, lanjut Emanuel, ditemukan fakta pelanggaran ketentuan bahwa setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang, sebagaimana diatur pada Pasal 34 UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Presiden RI selaku pemegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10, UUD 1945) segera perintahkan Panglima TNI memproses secara hukum oknum TNI pelaku penyiksaan terhadap anak di Kabupaten Yahukimo dan terhadap Warga di Kabupaten Puncak," kata Emanuel.
Dia juga meminta Ketua DPR RI segera mengevaluasi seluruh kebijakan operasi pertahanan keamanan di seluruh Papua yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sesuai Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2021.
Kemudian, meminta Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia segera membentuk Tim Penelaahan dan diterjunkan ke Kabupaten Yahukimo untuk melakukan penelaahan mengenai pelanggaran Hak Anak serta meminta Ketua Komnas HAM segera membentuk Tim Investigasi dan diterjunkan ke Kabupaten Puncak untuk melakukan penyelidikan.[]