Daerah Kamis, 11 Agustus 2022 | 16:08

Eksepsi Tersangka Kasus Pengalihan Hak Hutan Lindung di Mamuju Dipertimbangkan

Lihat Foto Eksepsi Tersangka Kasus Pengalihan Hak Hutan Lindung di Mamuju Dipertimbangkan Suasana di Pengadilan Negeri (PN) Mamuju. (Foto: Opsi/ist)
Editor: Rio Anthony Reporter: , Eka Musriang

Mamuju - Eksepsi atau keberatan yang diajukan kuasa hukum tersangka kasus pengalihan hak hutan lindung, Andi Dody Hermawan, dipertimbangkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mamuju.

Hal tersebut diketahui setelah ditutupnya sidang lanjutan yang berlangsung di PN Mamuju, Rabu, 10 Agustus 2022 kemarin.

Kuasa hukum Andi Dody Hermawan, Nasrun mengungkapkan, keberatan tersebut dilayangkan lantaran kliennya yang didakwa melanggar pasal 50 Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

"Namun dalam pidananya memakai pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Undang-Undang nb

korupsi, sehingga kami keberatan," kata Nasrun, Kamis, 11 Agustus 2022.

Harusnya, kata dia, yang berhak mengadili Andi Dody Hermawan adalah hakim pengadilan tindak pidana umum, bukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Kami menilai pengadilam tipikor tidak berwenang dalam kasus ini, melainkan pengadilan tindak pidana umum," katanya.

Untuk diketahui, sidang berikutnya akan kembali mendegar tanggapan dari majelis hakim atas keberatan pengacara Andi Dody Hermawan.

Hukum acara eksepsi sendiri terdapat jawab menjawab antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pegacara tersangka.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mamuju, Andi Dody Hermawan, menjadi tersangka kasus pengalihan hak hutan lindung.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulbar, Didik Istiyanta, saat diwawancarai wartawan, Kamis, 21 Juli 2022.

Didik Istiyanta mengungkapkan, Andi Dody Hermawan berperan sebagai penginisiasi pemohon atas Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 611 Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Mamuju, Sulbar.

"Tersangka juga merupakan pemilik perusahaan PT Ainan Salsabilah," kata Didik Istiyanta.

Andi Dody Hermawan mengajukan dan mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berada dalam kawasan hutan lindung.

"Walaupun sudah diketahui bahwa lokasi pendirian SPBU tersebut sebagian besar adalah  masuk dalam kawasan hutan," katanya.

Tindakan tersebut, kata Didik Istiyanta, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2.817.137.263.

"Tersangka diancam hukuman penjara paling lama 20 tahun," kata Didik Istiyanta. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya