Medan - Festival literasi digelar di Kabupaten Toba, Sumatra Utara. Kegiatan bertajuk Festival Literasi Balige itu digelar sejak 27 Juli-31 Juli 2022.
Tema festival `Memandang Danau Toba dari Balige`
Patrick Lumbanraja selaku Koordinator Festival Literasi Balige menyebut, sejumlah kegiatan selama festival, di antaranya diskusi panel, peluncuran dan diskusi buku, pameran dan bazar UMKM.
Digelar pula sastra masuk sekolah, kelas menulis opini, kelas menulis dan membaca puisi, kelas menulis aksara batak, kelas melukis, kelas membuat film pendek, dsb.
Festival ini nantinya kata dia, sebagaimana dilansir Opsi pada Sabtu, 11 Juni 2022, akan menerbitkan buku kenangan kolektif tentang Kota Balige.
Patrick menyebut, Kota Balige memiliki banyak kisah di masa lampau dan masih tersimpan dalam ingatan-ingatan mereka yang pernah hidup di kota hingga hari ini.
Namun segala ingatan akan tercecer, lalu hilang bersama waktu. Itu sebabnya, dengan tujuan kisah kota bertahan dari generasi ke generasi berikutnya, Festival Literasi Balige mengundang siapa saja yang pernah bersinggungan dengan Kota Balige untuk menuliskannya.
Sementara itu, rangkaian kegiatan pre-event digelar seri diskusi pada Sabtu, 11 Juni 2022. Diskusi daring ini membahas pendidikan sastra di sekolah.
Fasilitator diskusi Ita Siregar menyebut, sejumlah pembicara dari akademisi, sastrawan, dan penulis dihadirkan.
Ada Robert Sibarani, Dewi Shanty Simanjuntak, Saut Situmorang, Budi P. Hutasuhut dan nantinya dimoderasi Maria Pankratia.
Robert Sibarani adalah seorang doktor dan profesor, lahir di Toba Samosir. Guru besar dalam bidang antropolinguistik di Fakultas Ilmu Budaya sejak 2001.
Menyelesaikan S3 (doktor) di Universitas Padjadjaran Bandung pada 1994 dan mengikuti post-doktor di Universität Hamburg tahun 1994.
Pernah menjadi Rektor Universitas Tapanuli 1995-1999, Kapuslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian USU 2000-2005, Rektor Universitas Darma Agung dua periode 2002-2006 dan 2007-2011.
Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) wilayah Sumatera Utara (2017-2022) dan Ketua Bidang Usaha Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pusat (2017-2022), Ketua Forum Antropolinguistik Indonesia 2020-2025.
Robert melakukan kunjungan profesor ke sejumlah universitas di Jerman dan Italia. Ia telah menulis puluhan buku di antaranya Kearifan Lokal (2012) Pembentukan Karakter (2014), Marsirinpa: Gotong Royong pada Masyarakat Batak Toba (2016), dan ketiganya mendapat HAKI, Filsafat Lokal: Pencarian Kearifan (2022).
Baca juga:
Rasakan, Berkemah Tiga Hari Dua Malam di Tepian Danau Toba
Dewi Shanty Simanjuntak, seorang guru Bahasa Indonesia. Lulusan Universitas Negeri Medan pada 2010, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mengajar di SMA Unggul Del sejak 2012 sampai sekarang.
Saut Situmorang, lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, tapi dibesarkan sebagai anak kolong di Kota Medan.
Tinggal di Selandia Baru selama 11 tahun dan menyelesaikan pendidikan S1 Sastra Inggris di Victoria University of Wellington dan S2 Sastra Indonesia di University of Auckland.
Saut mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kedua almamaternya. Menulis puisi dan buku yang sudah terbit, di antaranya Saut Kecil Bicara dengan Tuhan (2003), Les Mots Cette Souffrance (Collection du Banian, Paris, 2012).
Perahu Mabuk (2014 dan cetakan kedua 2017), Negeri Terluka (2020), dan Tongue In Your Ear (2020).
Buku kumpulan esainya: Politik Sastra (2009, 2018) dan Sastra dan Film (2022). Buku kumpulan cerpennya Kotbah Hari Minggu (2016 dan 2021).
Menjadi salah seorang pembicara pada Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 di Jakarta. Ia menjadi kurator sastra pada beberapa festival seni dan sastra di Tanah Air, terakhir di Festival Sastra Internasional Yogyakarta 2019.
Budi P. Hutasuhut, sastrawan dan jurnalis. Lahir di Sipirok, sudah menulis cerpen dan puisi di media sejak SMP.
Sarjana Ilmu Komunikasi dari IISIP Jakarta dan mengikuti banyak pendidikan jurnalistik. Pernah bekerja sebagai wartawan di beberapa media di Jakarta.
Selesai kuliah 1995, pindah ke Medan dan menjadi wartawan di beberapa media. Kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Media Indonesia untuk pos Lampung.
Menerbitkan sejumlah buku berbahasa Lampung dan mendapat anugerah Rancage. Tahun 2014 ia menjadi Ketua Dewan Kesenian Lampung. Sehari-hari bekerja sebagai penulis di berbagai media nasional dan regional.
Menulis lebih dari 30 judul buku beragam genre dan menjadi juri di banyak perhelatan sastra. Sekarang tinggal di Kota Padangsidimpuan.
Maria Pankratia, Manager Program Klub Buku Petra dan Flores Writers Festival. Penerima beasiswa Beyond Projects and Spaces 2022 dari Goethe Institut Indonesien.
Maria adalah Emerging Writer Makassar International Writers Festival 2017. Artikelnya: KTP untuk Kaum Waria, Kenapa Tidak?, Menjadi Juara III Kategori Umum Lomba Penulisan dan Liputan Keberagaman Gender.
Tulisannya tergabung di beberapa antologi dan tersiar di beberapa media. Sehari-hari ia bekerja sebagai sekretaris di Bacapetra.co; platform yang berfokus pada pengembangan sastra dan literasi di NTT. []