Jakarta - Sebanyak 20 negara anggota forum G20 bertemu di Bali, Indonesia sejak Selasa, 15 November 2022.
Muncul tudingan, forum tersebut memberi karpet merah bagi para korporasi jahat guna memenuhi pundi-pundi ekonominya.
Hal ini diungkap Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam keterangan persnya yang dipetik Opsi dari laman YLBHI, Selasa, 15 November 2022.
"Negara juga seharusnya tidak memberikan karpet merah kepada para elite ekstraktivis yang selama ini telah terbukti menjadi akar masalah dari runtuhnya pondasi ekonomi rakyat. Seharusnya negara menyediakan sarana dan pendukung tata produksi-distribusi-konsumsi, bukan malah menjadi antek dari korporasi yang bekerja ugal-ugalan," demikian disebutkan dalam pernyataan tersebut.
Ditegaskan, kendali atas 75 persen perdagangan dunia, rumah dari dua pertiga jumlah penduduk bumi dan kuasa atas separuh luas daratan di bumi, hari ini klub G20 adalah elite politik global.
Pemerintahan Jokowi, memaksakan Proyek-proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai daerah dengan merampas tanah-tanah rakyat.
Pembangunan PLTU Batubara, waduk, jalan tol, food estate, geothermal, sampai proyek Ibu Kota Negara (IKN) terus dikejar.
Selain tidak menjawab kebutuhan rakyat, seluruh proyek tersebut juga menutup kesempatan rakyat untuk mengambil keputusan atas ruang hidupnya sendiri.
Proyek energi yang diklaim energi bersih seperti PLTA dan geothermal dibangun di atas tanah-tanah rakyat dan menghancurkan lahan hutan ribuan hektar.
Dampak lingkungan atas proyek-proyek tersebut sudah menimpa masyarakat, seperti sumber air kering, air minum tercemar, lingkungan tercemar, udara kotor, tanah pertanian rusak, ikan-ikan mati, hutan-hutan rusak, dan areal tangkapan nelayan menyempit.
Lebih jauh, seluruh dokumen-dokumen proyek seperti AMDAL, Izin Lingkungan, Izin Operasi Pertambangan diputuskan secara sepihak dan tertutup tanpa mengikutsertakan masyarakat. Demikian juga dengan perundang-undangan PSN yang dibuat dengan cepat, tertutup, dan nir partisipasi rakyat.
Baca juga:
Ekonomi RI Tumbuh di Tengah Krisis, Presiden Jokowi Ungkap 3 Jurus Tekan Inflasi
Pemerintahan Jokowi bersandar pada indikator ekonomi yang mereduksi kerja diplomat hanya sebagai broker bisnis dan perdagangan yang keberhasilannya diukur melalui seberapa banyak investasi asing yang masuk ke Indonesia.
Di tengah polarisasi dunia, pemerintah Jokowi mewakili Indonesia dengan bertindak sebagai ”pedagang” di meja diplomasi untuk menarik investasi sebesar-besarnya.
Ini tercermin secara vulgar sampai ke politik lokal pemerintah Bali yang memanfaatkan momentum G20 untuk mempercepat pembangunan megaproyek dengan pembenaran bahwa proyek ini selaras dengan agenda G20.
Harapannya, megaproyek yang dibangun ini bisa menarik minat investor negara-negara besar untuk berbisnis di Indonesia.
Megaproyek besar yang bermasalah yang dilakukan oleh Pemprov Bali bersama dengan pemerintah pusat, diantaranya Pembangunan KEK Pariwisata Medis di Sanur; Terminal LNG di Kawasan Hutan Bakau; dan Pusat Kesenian Bali (PKB) di Klungkung.
Pemerintah menyebutkan bahwa semua proyek ini sejalan dengan agenda prioritas G20, utamanya di sektor energi dan kesehatan, dan secara khusus pengembangan pariwisata Bali sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional.
Dengan adanya G20, berbagai proyek yang telah dirancang sebelumnya dipercepat prosesnya agar bisa menjadi ”pajangan” bagi mata investor besar yang akan menghadiri perhelatan G20 di Bali.
G20 dan kesepakatan-kesepakatan di dalamnya tidak ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. G20 dan kesepakatan-kesepakatan di dalamnya ditujukan untuk pemulihan, keberlanjutan dan ekspansi kepentingan para elite ekonomi baik luar ataupun di dalam negeri.[]