Jakarta - Hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri anjlok 13 persen karena adanya kasus pembunuhan Brigadir J yang didalangi mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.
"Kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan masyarakat kepada polisi menurun 13 persen, dari 72,1 persen (sebelum kasus) menjadi 59,1 persen," kata peneliti LSI Denny JA Ardian Sopa dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu, 19 Oktober 2022.
Kata Sopa, survei ini dilakukan pada 11-20 September 2022, melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi, dan menggunakan metode riset kualitatif dengan analis media, Focus Group Discussion (FGD), dan indepth interview.
Wawancara dilaksanakan secara tatap muka (face to face interview) dengan margin of error (Moe) survei ini sekitar 2,9 persen. Menurut dia, tingkat kepercayaan publik kepada Polri pernah mencapai 87,8 persen pada tahun 2018.
Namun, setelah Pilpres 2019 kepercayaan terhadap polisi menurun pada angka 72,1 persen dan kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan pada polisi kembali menurun ke angka 59,1 persen.
Ardian menyebutkan, ketika kepercayaan pada polisi menurun, maka semakin banyak segmen masyarakat yang tak percaya pada polisi sebagai sebuah institusi. Khususnya, masyarakat yang tinggal di perkotaan.
"Masyarakat yang tinggal di kota, sebanyak 51,3 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Masyarakat yang tinggal di pedesaan, sekitar 32,1 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi," ujarnya.
Dia berpendapat kasus Ferdy Sambo merupakan kasus yang paling dramatis di Tahun 2022. Menurutnya, ada lima hal yang membuat kasus itu paling dramatis.
Pertama, kasus Ferdy Sambo didengar atau diketahui oleh mayoritas masyarakat Indonesia (di atas 75 persen). Menurut dia, tak banyak dalam sejarah kasus yang didengar lebih dari 75 persen populasi negara. Masyarakat yang tidak pernah mendengar kasus ini hanya 7,1 persen dan sebanyak 5,4 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Kedua, kasus Ferdy Sambo didengar oleh berbagai lapisan masyarakat. Dari tingkat usia, yang berusia di bawah 30 tahun (94,4 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 30–39 tahun (88,5 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 40– 49 tahun (89,1 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini.
"Bahkan, yang berusia di atas 50 tahun (81,6 persen) menyatakan pernah mendengar kasus ini," ujarnya.
Ketiga, kasus Ferdy Sambo bertahan menjadi pembicaraan publik berbulan-bulan.
Keempat, kasus Ferdy Sambo seperti drama yang penuh isu panas dan perubahan karakter. Dari kasus polisi tembak polisi, berubah ke isu perselingkuhan. Lalu kasus ini bertambah kaya dengan adanya elemen "obstruction of justice" (aparat negara yang berbohong menghalangi terbukanya kasus yang sebenarnya. Akibat tindakannya itu, pencari keadilan terhalangi).
Seiring berjalan waktu, motif kasus berubah lagi menjadi kasus suami bela istri, penyalahgunaan jabatan, juga tuduhan uang gelap judi daring, hingga uang narkoba.
Kata Sopa, kasus Ferdy Sambo cukup dramatis selayaknya sinetron yang populer. Faktor kelima, kasus Ferdy Sambo membuat kasus kepercayaan pada polisi menurun 13 persen, dari 72,1 persen (sebelum kasus) menjadi 59,1 persen. [Antara]