News Selasa, 18 November 2025 | 17:11

Habiburokhman Klarifikasi Isu Polisi Bisa Sadap hingga Bekukan Rekening dalam KUHAP

Lihat Foto Habiburokhman Klarifikasi Isu Polisi Bisa Sadap hingga Bekukan Rekening dalam KUHAP Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. (foto: tangkapan layar).

Jakarta – Menjelang pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, secara khusus memberikan klarifikasi untuk membantah sejumlah kabar bohong atau hoaks yang beredar masif di media sosial.

Hoaks tersebut menyesatkan publik dengan klaim bahwa KUHAP baru memberikan kewenangan ekstensif dan sepihak kepada kepolisian.

"Sebelum saya membaca laporan, saya perlu menyampaikan sedikit klarifikasi, Bapak dan Ibu, terkait adanya hoaks atau berita bohong yang beredar sangat masif, ini ya di sosial media," kata Habiburokhman dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 November 2025. 

Habiburokhman lalu menjabarkan dan membantah keempat isu yang beredar tersebut satu per satu:

1. Soal Penyadapan: Habiburokhman menegaskan bahwa isu polisi dapat menyadap dan merekam alat komunikasi secara diam-diam tanpa batasan adalah tidak benar. Ia merujuk pada Pasal 135 Ayat (2) KUHAP baru yang menyatakan bahwa hal ihwal penyadapan justru tidak diatur dalam KUHAP dan akan diatur dalam undang-undang tersendiri. "Sejauh ini... hampir semua fraksi menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan," tegasnya.

2. Soal Pembekuan Rekening: Ia membantah klaim bahwa polisi bisa membekukan tabungan dan rekening secara sepihak. "Menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru... semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim ketua pengadilan," ungkap politisi Partai Gerindra ini.

3. Soal Penyitaan Barang Elektronik: Habiburokhman juga meluruskan isu yang menyebut polisi dapat mengambil HP, laptop, dan data elektronik secara leluasa. Ia menekankan bahwa berdasarkan Pasal 44 KUHAP baru, semua bentuk penyitaan wajib memperoleh izin dari ketua pengadilan negeri. "Jadi tidak benar," tegasnya.

4. Soal Penangkapan dan Penahanan: Terkait isu penangkapan, pelarangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana, Habiburokhman kembali menyatakan hal itu keliru. "Menurut Pasal 93 dan Pasal 99 KUHAP baru, penangkapan, penahanan, penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berdasarkan minimal dua alat bukti," imbuhnya.

Setelah memberikan klarifikasi panjang lebar untuk meluruskan informasi yang menyesatkan publik, Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani itu kemudian melanjutkan agenda utama, yaitu pengesahan RUU KUHAP.

Setelah meminta persetujuan dari seluruh fraksi dan mendapat jawaban "Setuju" secara bulat, Puan Maharani kemudian mengetuk palu sebagai tanda bahwa revisi KUHAP resmi disahkan menjadi undang-undang.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya