Jakarta – Penyakit ginjal kronik (PGK) masih terus menjadi salah satu momok penyakit paling mematikan di dunia. Satu dari 10 orang di dunia tercatat menjadi pesakitan setelah dokter memvonis mereka telah masuk menjadi bagian dari pasien ginjal kronik (PGK). Sayangnya sembilan dari 10 orang tersebut telat menyadari bahwa mereka sedang dalam bahaya.
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir menjelaskan, bagi yang tidak mengetahui telah mengalami gagal ginjal karena minimnya literasi dan edukasi tentang bahaya dan tanda-tanda terkena sakit ginjal. Hal ini tentu menjadi persoalan besar di dunia dan segera harus diselesaikan agar tidak semakin banyak yang jatuh sakit.
Bertepatan dengan World Kidney Day (WKD) yang tahun ini jatuh pada Kamis, 10 Maret 2022, dibutuhkan kerja nyata dan kolaborasi untuk memberikan edukasi kesehatan ginjal bagi masyarakat.
Apalagi tema yang diambil tahun ini adalah "Ginjal Sehat untuk Semua: Menjembatani Kesenjangan Pengetahuan untuk Kesehatan Ginjal yang Lebih Baik".
Sebagaimana diketahui, PGK juga memiliki dampak pada kehidupan sosial seperti keterbatasan bekerja, bepergian, pendidikan, keuangan, diet yang terbatas, perubahan gaya hidup dan aktivitas sosial yang akan berakibat pada rendahnya kualitas kesehatan pasien karena merasa dirinya tidak berguna.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan upaya pendekatan komunikasi dan edukasi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, membangun kekuatan strategi dan upaya mengelola stres sehingga berguna ketika mengalami kesulitan dan trauma saat memulai tindakan dialisis.
Selain itu dibutuhkan dorongan semua stakeholder untuk memastikan bahwa diskriminasi, dan kesenjangan dalam sistem pelayanan kesehatan juga perlu diidentifikasi, sehingga semua pasien diberi kesempatan untuk bersuara.
Akses informasi dialisis yang baik juga akan memberikan rasa nyaman bagi pasien. Di mana di saat pandemi sekarang masih banyak pasien ginjal kronik yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dari pihak-pihak tertentu.
Misalnya banyak pasien ginjal kronik yang menderita covid-19 tidak diterima oleh pihak rumah sakit untuk menjalani proses dialisis. Sehingga menurunkan kualitas hidup dan dapat mengancam keselamatan nyawa pasien.
Hal ini sangat berbahaya karena angka mortalitas pasien ginjal kronik yang terpapar covid-19 meningkat seiring pandemi yang tidak kunjung usai.
Kejadian ini sangat fatal karena telat melakukan dialisis atau cuci darah sama saja memperburuk kualitas kesehatan dan kematian adalah keniscayaan. Sebagaimana diketahui dialisis menjadi jalan pengganti fungsi ginjal yang sudah rusak dan tidak akan pernah kembali sehat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KPCDI Petrus Haryanto menjelaskan penyakit gagal ginjal dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat. Pola hidup sehat membuat orang terhindar dari penyakit diabetes dan tekanan darah tinggi–dua penyakit penyebab utama gagal ginjal, yang berujung cuci darah dan hidupnya bergantung pada mesin hemodialisis.[]