Jakarta - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea membela kliennya, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis, 4 September 2025, Hotman Paris menyatakan bahwa situasi yang dialami Nadiem sangat mirip dengan kasus yang pernah menimpa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam skandal korupsi importasi gula kristal.
"Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada, satu rupiah yang jaksa temukan uang masuk ke kantongnya Nadiem," tegas Hotman kepada wartawan.
Ia juga menekankan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung tidak berhasil menemukan satupun aliran dana yang diterima oleh Nadiem terkait dengan pengadaan laptop dalam program digitalisasi pendidikan tersebut.
"Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop. Sama persis dengan kasus Lembong," imbuh Hotman.
Hotman menjelaskan bahwa pada saat proyek pengadaan laptop dilakukan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Google memang melakukan investasi di Gojek - perusahaan yang sebelumnya dipimpin oleh Nadiem.
Namun, ia menegaskan bahwa investasi tersebut bukanlah yang pertama kali dilakukan oleh raksasa teknologi Amerika Serikat itu.
"Google itu perusahaan raksasa dunia. Enggak mungkin dia main sogok-sogokan. Engak akan mungkin," ujar Hotman dengan tegas. "Google hanya murni investor di Gojek dan sudah lama jadi investor saham di Gojek. Sudah jauh-jauh sebelum dia jadi Menteri."
Hotman mengungkapkan bahwa sebelumnya Google telah empat kali melakukan investasi di Gojek dengan nilai yang sesuai dengan harga pasar, menunjukkan bahwa hubungan investasi tersebut telah terjalin jauh sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan yang berlangsung selama periode 2019-2022.
Program ambisius ini melibatkan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, khususnya di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T), dengan total anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Kontroversi muncul karena pengadaan laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook, yang dinilai memiliki banyak kelemahan dan tidak efektif untuk sarana pembelajaran di daerah 3T karena masih terbatasnya akses internet di wilayah tersebut.
Lima Tersangka Ditetapkan Kejagung
Selain Nadiem Makarim, Kejaksaan Agung juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus ini:
1. Mulyatsyah - Direktur SMP Kemendikbudristek periode 2020-2021
2. Sri Wahyuningsih - Direktur SD Kemendikbudristek periode 2020-2021
3. Jurist Tan - Mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim
4. Ibrahim Arief - Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek. []