Simalungun - Masyarakat Adat Sihaporas melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, Sumatra Utara, Rabu, 16 Maret 2022 terkait kasus Humas PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) Bahara Sibuea.
Bahara Sibuea merupakan tersangka penganiayaan Thomson Ambarita, warga Masyarakat Adat Sihaporas. Polres Simalungun menetapkan Bahara Sibuea sebagai tersangka pada 27 Mei 2020 lalu.
Namun Polres Simalungun melakukan penghentian kasus yang dilaporkan Thomson Ambarita tersebut pada Mei 2021 lewat surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Menurut Hengky Manalu dari masyarakat adat, pihaknya selaku pendamping Thomson Ambarita dalam kasus ini tidak mengetahui adanya SP3 ini. Karena tidak diberitahu oleh kepolisian.
Baru terungkap setelah Ombudsman Sumatra Utara melakukan penyelidikan ke Polres Simalungun.
"Kami baru tau SP3 bulan September tahun lalu. Itupun karena ada penyelidikan dilakukan oleh Ombudsman. Ternyata SP3 bulan Mei 2021 sudah dikeluarkan oleh Polres Simalungun namun suratnya tidak pernah sampai ke masyarakat dan kuasa hukum," kata Hengky, Rabu, 16 Maret 2022.
Kasus ini bermula dari konflik antara Masyarakat Adat Sihaporas dengan PT TPL pada 16 September 2019.
Masyarakat Adat Sihaporas saat itu melakukan penanaman di atas tanah yang disebut tanah adat.
Mereka kemudian didatangi Humas PT TPL Bahara Sibuea bersama petugas keamanan perusahaan bermaksud melarang kegiatan masyarakat menanam di lahan yang diklaim sebagai konsesi PT TPL.
Baca juga: Korban Penganiayaan Humas PT TPL Gugat Polres dan Kejaksaan di Simalungun
Akibatnya terjadi bentrok antara masyarakat dan pihak PT TPL. Sejumlah warga dan dari pihak PT TPL mengalami luka-luka.
Dalam perjalanan kasus di mana saling melapor, Polres Simalungun hanya menindaklanjuti laporan pidana dari pihak PT TPL.
Dua warga Masyarakat Adat Sihaporas dipenjara. Sedangkan laporan masyarakat, seperti Thomson Ambarita justru dihentikan.
Roy Marsen Simarmata dari Bakumsu selaku kuasa hukum Thomson Ambarita dalam kasus ini menyebut, alasan kepolisian menghentikan kasus karena laporan Thomson Ambarita tidak mencukupi bukti.
"Padahal dalam proses penyelidikan dan penyidikan kami sudah memberikan alat bukti berupa keterangan saksi, foto, video, maupun visum. Atas bukti-bukti itu juga Polres Simalungun telah menetapkan Humas PT TPL Bahara Sibuea sebagai tersangka pada 27 Mei 2020," terang Roy.
"Lalu kenapa sekarang justru mereka menganulir penetapan tersangka itu," katanya kemudian.
Pihaknya kata Roy, berharap Polres Simalungun konsisten terhadap keputusannya terdahulu. Tidak seakan-akan diintervensi pihak tertentu.
Polres Simalungun menurut dia, harus merdeka dalam berpikir dan bertindak, jaga nama institusi dan jangan terkesan meludah di atas muka sendiri.
"Begitu pula PN Simalungun khususnya hakim tunggal yang nantinya menangani perkara ini kami berharap untuk dapat bekerja secara profesional dan memberikan putusan yang seadil-adilnya," ujar Roy.
Thomson Ambarita sendiri berharap pengadilan menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri dan Polres Simalungun atas kasus yang dilaporkannya.
Belum diperoleh keterangan dari Polres dan PN Simalungun terkait dengan gugatan praperadilan yang dilayangkan Thomson Ambarita Cs ini. []