News Sabtu, 11 Oktober 2025 | 20:10

ICJR Desak Polisi Sita Aset Ponpes Al Khoziny untuk Ganti Rugi Korban

Lihat Foto ICJR Desak Polisi Sita Aset Ponpes Al Khoziny untuk Ganti Rugi Korban Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. (Foto:Istimewa)

Jakarta – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak aparat penegak hukum untuk menyita aset Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur sebagai langkah pemenuhan hak restitusi bagi korban dan ahli waris mereka.

Desakan ini disampaikan menyusul tragedi ambruknya bangunan tiga lantai Ponpes tersebut pada Senin, 29 September 2025.

Sikap itu tertulis dalam keterangan resmi yang diterima pada Sabtu, 11 Oktober 2025. 

Peristiwa itu menewaskan 67 orang dan melukai 104 lainnya. Sebagian korban yang meninggal masih dalam proses identifikasi di RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso, Surabaya.

Tim DVI Polda Jatim menerima 67 kantong jenazah, termasuk tujuh yang berisi bagian tubuh. Sementara para santri yang selamat, mayoritas anak-anak, kini membutuhkan pendampingan psikologis untuk memulihkan trauma jangka panjang.

Polda Jatim menduga penyebab utama runtuhnya bangunan adalah kegagalan konstruksi.

Polisi menjerat pihak terkait dengan empat pasal, yakni Pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat, serta Pasal 46 ayat (3) dan Pasal 47 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Kasus ini telah naik status menjadi penyidikan sejak 9 Oktober 2025 setelah ditemukan unsur pidana.

ICJR menilai penyidikan kasus ini tidak boleh hanya berfokus pada aspek pidana pelaku, tetapi juga harus memastikan pemenuhan hak-hak korban.

Lembaga itu menegaskan pentingnya pemberitahuan kepada korban mengenai hak restitusi, prosedur penyitaan aset, serta mekanisme pengajuan restitusi secara menyeluruh.

Menurut ICJR, penyidik harus mulai menelusuri dan menilai aset atau kekayaan Ponpes Al Khoziny untuk kemudian dirampas, disita, dan dilelang oleh kejaksaan serta pengadilan.

Hasil penyitaan tersebut, kata ICJR, tidak cukup dijadikan bukti pidana, melainkan harus diarahkan untuk pemulihan korban, khususnya anak-anak yang selamat dan keluarga korban meninggal.

ICJR mengingatkan praktik aparat selama ini yang kerap hanya menjadikan sita aset sebagai bukti tindak pidana, tanpa memperhatikan hak korban untuk pemulihan.

Padahal, kata lembaga itu, pemberian restitusi bagi korban kelalaian pidana pernah dilakukan di Indonesia, seperti dalam kasus Tragedi Kanjuruhan.

Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, korban tindak pidana maupun ahli warisnya berhak memperoleh restitusi.

Karena itu, ICJR mendesak agar aparat hukum berani berkomitmen memberikan informasi, perlindungan, dan hak restitusi bagi para korban tragedi ambruknya Ponpes Al Khoziny.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya