Jakarta - Wakil Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Ridho Al Hamdi melihat usulan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode sebagai bentuk strategi test the water.
Hal itu disampaikan Ridho saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertajuk Tolak Penundaan Pemilu 2024 yang digelar LHKP Muhammadiyah, Sabtu, 26 Februari 2022.
"Saya melihat ketum parpol atau aktivis NGO yang menginginkan perpanjangan jabatan presiden merupakan strategi test the water," kata Ridho.
"Melihat situasi publik ke arah mana kecenderungannya, ataukah ingin mencoba melihat situasi terbaru pemilih di bawah," katanya.
Kemudian kata dia, bisa jadi ini merupakan bentuk buying time para bakal calon presiden yang melihat nama mereka belum masuk radar tiga besar sejauh ini.
Baca juga: Hamdan Zoelva: Penundaan Pemilu Merampas Hak Rakyat
"Kedua adalah buying time para bacapres, mungkin karena nama mereka kok belum masuk dalam radar tiga besar. Ini kayaknya perlu diundur, sehingga bisa mungkin dua tahun ancang-ancang mereka mungkin bisa masuk radar," terangnya mencoba mentracing latar penundaan Pemilu 2024.
Ridho juga melihat ini sebagai bentuk orkestrasi bayangan orde baru di balik selimut orde reformasi. Karena memang sejumlah orang merasa nyaman dengan posisinya yang sering muncul, baik menteri atau ketua-ketua umum partai politik.
Namun Ridho menegaskan, bahwa berdasarkan hukum tata negara penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden saat ini, melanggar konstitusi. Karena memang jelas diatur dalam Pasal 22E UUD 45.
"Di situ disebutkan pemilu setiap lima tahun sekali. Tidak ada setiap lima tahun sekali 24 bulan, gak ada kan," terangnya.
Baca juga: Usulan Pengunduran Pemilu 2024 Klise dan Sarat Kepentingan Politik
Dia lantas mengingatkan bahwa regulasi dalam bentuk apapun dibuat untuk membatasi bukan memperpanjang. Alasan tersebut tentu sangat fundamental, seperti apa yang disampaikan Profesor Sejarah Inggris Lord Acton yang menyebut power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.
"Dan ini membuktikan bahwa memang jabatan yang terlalu lama membuat seolah-olah posisi itu miliknya dan seolah-olah dirinya harus memegang posisi itu untuk jangka waktu yang lama dan ini sangat berbahaya," tegas Ridho.
Ridho juga mengingatkan apa yang menjadi pengalaman atau dipraktikkan presiden pertama Amerika Serikat George Washington.
Ketika dia ditawari orang terdekat atau orang yang dipercaya dalam banyak posisi, untuk menjabat lebih lama, George kemudian menjawab, "kalau sebagai founder kita tidak meninggalkan keteladanan mau jadi apa demokrasi negara kita".
"Sehingga ini harus menjadi catatan bagi Pak Presiden dan orang-orang terdekatnya. Kalau elite tidak memberikan teladan, mau seperti apa demokrasi yang akan kita bawa," tukas Ridho. []