Jakarta - Amerika Serikat dan Thailand, memberikan amnesti atau pengampunan hukuman terhadap para terpidana kasus ganja. Indonesia dimungkinan melakukan hal serupa.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Kamis, 6 Oktober 2022, mengumumkan amnesti hampir 7.000 orang yang dihukum karena kepemilikan ganja untuk kepentingan pribadi.
Keputusan ini berlaku bagi mereka yang dihukum atas kepemilikan ganja untuk penggunaan pribadi tanpa maksud untuk mendistribusikan.
Biden juga mendesak agar semua otoritas negara bagian juga untuk mengambil tindakan serupa sehubungan dengan kepemilikan ganja.
Selain pengampunan tersebut, Biden juga menginstruksikan Jaksa Agung dan Kementerian Kesehatan meninjau ganja masuk ke dalam zat yang kurang berbahaya, memindahkannya dari narkotika golongan I.
Sikap Biden ini menjadi langkah besar menuju dekriminalisasi ganja untuk kepentingan pribadi seluruhnya.
"Langkah besar ini harus menjadi bahan refleksi kebijakan narkotika global, termasuk di Indonesia," kata Peneliti ICJR Girlie Ginting yang tergabung dalam Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN), dalam siaran pers, Sabtu, 8 Oktober 2022.
Amerika Serikat merupakan negara yang memperkenalkan war on drugs atau perang terhadap narkotika.
Ketika itu Presiden AS Richard Nixon 1971, merespons dominasi Amerika Serikat dalam pembentukan konvensi tunggal tentang narkotika yang seolah mengamini pendekatan penghukuman bagi pengguna narkotika.
Baca juga:
BNN Musnahkan 10 Ton Ganja dari Lahan 2 Hektare
"Amerika Serikat negara yang melahirnya perang terhadap narkotika saja sudah beranjak menghapuskan pendekatan penghukumannya, maka Indonesia sebagai pengikut tidak seharusnya mempertahankannya," tukas Girlie.
Tetangga Indonesia, negara Thailand lebih awal melakukan hal sama. Dimana lebih dari 3.000 orang yang menjalani hukuman penjara karena pelanggaran terkait ganja dibebaskan awal Juni 2022.
Girlie menyebut, wacana tentang memberikan amnesti bagi pengguna narkotika sebenarnya pernah disuarakan Pemerintahan Indonesia pada 27 November 2019 melalui Menteri Hukum dan HAM.
Karena kondisi overcrowding yang sudah sangat membebani, Menteri Hukum dan HAM meminta agar pengguna narkotika bisa diberikan amnesti massal.
Menurut Girlie, ini bisa saja dikonkretkan saat ini. Karena kondisi lapas tidak banyak berubah, masih terdapat lebih dari seratus ribu pengguna narkotika di dalamnya.
"Menteri Hukum dan HAM bisa melakukan asesmen merekomendasikan amnesti tersebut," ujar dia.
Revisi UU Narkotika
Ke depan kata dia, sejalan dengan usulan amnesti tersebut, dekriminalisasi atau menghilangkan respons pidana bagi pengguna narkotika harus dilakukan dalam usulan revisi UU Narkotika.
Hanya saja kata dia, perlu ditekankan bahwa dekriminalisasi tidak sama dengan menghadirkan rehabilitasi berbasis hukuman.
Kemudian pasar karet UU Narkotika yang sering menjadi pasal transaksional bagi pengguna narkotika harus dihapuskan.
Sayangnya kata Girle, berdasarkan draft RUU Narkotika yang telah dikirimkan pemerintah dan DPR pada awal 2022, pendekatan alternatif yang diperkenalkan adalah rehabilitasi berbasis hukuman.
Lalu juga belum ada perbaikan terhadap ketentuan pidana yang bermasalah di UU Narkotika, artinya pengguna narkotika masih dimungkinkan untuk dipidana.
"Untuk itu JRKN menyerukan pemerintah juga melakukan amnesti massal pengguna narkotika di Indonesia dan perkenalkan dekriminalisasi yang tepat dalam proses revisi UU Narkotika," tukasnya. []