Hukum Minggu, 27 November 2022 | 12:11

Ini Pasal-pasal yang Dinilai Bermasalah dalam Rancangan KUHP

Lihat Foto Ini Pasal-pasal yang Dinilai Bermasalah dalam Rancangan KUHP Aksi bentang spanduk menolak pasal bermasalah di RKUHP di Car Free Day Jakarta, Minggu, 27 November 2022. (Foto: YLHBI)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - DPR RI dan Pemerintah disebut akan mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebelum masa reses ketiga atau sebelum 16 Desember 2022.

Merespons hal itu masyarakat sipil yang konsern dengan RKUHP produk DPR dan pemerintah tersebut, mencermati sejumlah pasal yang diduga masih bermasalah.

Dirangkum sejumlah pasal bermasalah dimaksud, yang diungkap masyarakat sipil saat menggelar Car Free Day di Jakarta, Minggu, 27 November 2022, yakni:

  1. Pasal terkait Living Law 

Pasal ini berbahaya karena kriminalisasi akan semakin mudah karena adanya aturan mentaati penguasa masing-masing daerah. 

Perempuan dan kelompok rentan lainnya merupakan pihak yang berpotensi dirugikan dengan adanya pasal ini, sebab saat ini masih banyak terdapat perda diskriminatif.

  1. Pasal terkait Pidana Mati 

Legalisasi pidana mati merupakan bentuk perampasan hak hidup manusia yang melekat sebagai sebuah karunia yang tidak dapat dikurangi ataupun dicabut oleh siapapun, bahkan oleh negara. 

"Hukum ini harus ditiadakan karena beberapa kasus telah terjadi bahwa pidana mati telah menimbulkan korban salah eksekusi," kata Citra Referandum dari LBH Jakarta, Minggu, 27 November 2022.

  1. Pasal terkait Perampasan aset untuk denda individu 

Hukuman kumulatif berupa denda akan semakin memiskinan masyarakat miskin dan memperkuat penguasa. 

"Metode hukuman kumulatif ini merupakan metode yang sangat kolonial dan hanya menjadi ruang bagi negara untuk memeras atau mencari untuk dari rakyat," ujar Muhammad Isnur dari YLBHI.

  1. Pasal Penghinaan Presiden 

Pasal ini adalah pasal anti kritik karena masyarakat yang mengkritik presiden dapat dituduh menghina dan berujung pada pidana.

Baca juga: Aksi Bentang Spanduk di Car Free Day Jakarta untuk Tolak Pengesahan RKUHP

"Pasal penghinaan lembaga negara dan pemerintah. Pasal ini menunjukkan bahwa penguasa negara ingin diagung-agungkan seperti penjajah di masa kolonial," kata Adhitya Augusta dari Trend Asia.

  1. Pasal terkait contempt of court 

Pasal ini akan menjadikan posisi hakim di ruang persidangan seperti dewa. 

Dalam persidangan, seringkali masyarakat menemui adanya hakim yang memihak. Apabila pasal ini disahkan, ketika bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan dapat dianggap sebagai penyerangan integritas. 

"Pasal ini juga berbahaya bagi lawyer, saksi, dan korban," terang Deta dari PBHI.

  1. Pasal terkait unjuk rasa tanpa pemberitahuan

Aturan ini juga dinilai termasuk sebagai pasal anti kritik karena masyarakat yang menuntut haknya justru bisa dihadiahi dengan penjara.

  1. Pasal terkait edukasi kontrasepsi

Pasal ini disebut berpotensi mengkriminalisasi pihak yang mengedukasi kesehatan reproduksi. 

Baca juga: RKUHP Batal Dibahas, Pimpinan DPR: Masih Ada Pasal Belum Tersinkronisasi Para Pihak

"Aturan ini berbahaya karena bisa mengkriminalisasi orang tua atau pengajar yang mengajarkan anaknya kesehatan reproduksi," ujar Asep Komarudin dari Greenpeace Indonesia.

  1. Pasal terkait kesusilaan 

Pasal terkait kesusilaan ini dianggap berbahaya apabila disahkan karena penyintas kekerasan seksual bisa mendapatkan kriminalisasi.

  1. Pasal terkait tindak pidana agama

Pasal ini disebut mengekang kebebasan beragama dan kepercayaan seseorang. 

"Persoalan agama atau hubungan antar manusia merupakan urusan personal. Apabila RKUHP disahkan, maka urusan transenden seperti agama bisa menjadi urusan publik," terang Afif Abdul Qoyim dari LBH Masyarakat.

  1. Pasal terkait penyebaran marxisme dan leninisme, dan bertentangan dengan Pancasila

Aturan ini katanya dapat mengekang kebebasan akademik dan akan mudah digunakan untuk membungkam oposisi dan masyarakat yang kritis

"Selain masih memuat beragam pasal bermasalah, proses pembahasan dari RKUHP juga tidak partisipatif dan harus melalui proses diskusi lanjutan," tukas Ael dari Yifos Indonesia. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya