Hukum Selasa, 02 Agustus 2022 | 15:08

Ini Peran Tiga Tersangka Baru Kasus Pengalihan Hak Hutan Lindung di Mamuju

Lihat Foto Ini Peran Tiga Tersangka Baru Kasus Pengalihan Hak Hutan Lindung di Mamuju Tiga orang tersangka baru kasus pengalihan hak hutan lindung di Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Mamuju, Sulbar. (Foto: Opsi/Eka Musriang)
Editor: Rio Anthony Reporter: , Eka Musriang

Mamuju - Tiga tersangka baru kasus pengalihan hak hutan lindung di Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), yakni MI, MN dan MU, memiliki peran berbeda-beda.

Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulbar, Amiruddin, Selasa, 2 Agustus 2022.

Amiruddin mengungkapkan, 2016 lalu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mamuju, Andi Dody Hermawan (tersangka sebelumnya), membeli lahan dalam kawasan hutan lindung untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

"Atas permintaan Andi Dody, Kepala Desa Tadui, Saiful Bahri (tersangka sebelumnya) untuk menerbitkan sporadik yang statusnya dicantumkan sebagai tanah negara bebas, padahal diketahui lokasi tersebut adalah kawasan hutan," kata Amiruddin.

Berdasarkan sporadik tersebut, Andi Dody mengajukan permohonan penerbitan sertifikat kepada Kepala BPN Mamuju Hasanuddin (tersangka sebelumnya).

"Selanjutnya tim A (pemeriksa tanah) tahun 2017 yang diangkat oleh Hasanuddin yang beranggotakan Muhlis Usman (MU), Muhammad Naim (MN) dan Muhammad Ikbal (MI) ditugaskan untuk memberikan rekomendasi persyaratan diterbitkannya status kepemilikan," katanya.

Tim A tidak melaksanakan tugasnya yakni mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai status tanah, apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak, padahal diketahui bahwa yang dapat menggugurkan permohonan untuk penerbitan sertifikat tanah adalah salah satunya merupakan kawasan hutan lindung.

"Berdasarkan rekomendasi tim A, Hasanuddin menyetujui penerbitan status kepemilikan permohonan Andi Dody, tanpa berkoordinasi atau meminta informasi dari Dinas Kehutanan atau instansi berwenang lainnya dan selanjutnya 23 Maret 2017, menerbitkan SHM nomor 611 seluas 10.370 meter persegi, atas nama Imelda Pababari (istri Andi Dody)," kata Amiruddin.

2019 lalu, di atas lahan tersebut, Andi Dody membangun SPBU. Andi Dody mendapatkan kepastian informasi tentang kawasan hutan dari notaris, namun Andi Dody sampai saat ini tidak menggubris adanya pengeluaran luasan tersebut, SPBU tetap dibangun dan dikelola sampai saat ini.

"Bahkan, di atas lahan tersebut juga dibangun fasilitas penunjang seperti rumah makan dan bangunan yang kemudian disewakan sebagian lahannya untuk minimarket Indomaret," katanya.

Atas penguasaan tanah dalam kawasan hutan lindung tersebut, negara dirugikan senilai Rp 2,8 miliar lebih serta Andi Dody mengambil keuntungan yaitu berupa penguasaan lahan kawasan hutan, harga sewa bangunan gedung untuk Indomaret dan usaha rumah makan yang dibangun di atas lahan tersebut

"Pasal yang disangkakan yakni pasal 2 ayat (1) subs pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar," kata Amiruddin. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya