Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik keras tindakan aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas yang melakukan aksi damai penolakan penambangan batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener.
"Polisi bertindak sewenang-wenang yang dilakukan tanpa dasar hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia," kata Peneliti ICJR Susitra Dirga dalam keterangan resmi, Kamis, 10 Februari 2022.
Dikatakan, kegiatan yang dilakukan warga Desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit dengan mujahadah atau berkumpul di Masjid Nurul Huda Krajan adalah bentuk ekspresi atau penyampaian pendapat di muka umum yang sah dan telah dijamin UUD 1945. Terlebih lagi ekspresi tersebut dilakukan secara damai.
Jika merujuk pada UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum pada Pasal 15 telah dijelaskan bahwa pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan.
Patut diperjelas kembali bahwa dalam KUHAP Pasal 1 angka 20 telah disebutkan bahwa penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.
Baca juga: Kapolda Jateng Bakal Bebaskan 64 Warga Desa Wadas
"Sehingga apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dengan menangkap dan mensweeping, menyisir, mengamankan warga Desa Wadas yang menolak penambangan adalah tindakan yang tidak mempunyai dasar hukum serta tanpa ada bukti tindak pidana yang cukup," tegas Susitra.
ICJR kata dia, juga menilai bahwa telah terjadi penghalangan akses pendampingan dan bantuan hukum terhadap warga Desa Wadas yang ditangkap oleh aparat kepolisian.
Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang menjamin bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Selain itu, tindakan aparat kepolisian menghalangi akses pendampingan dan bantuan hukum terhadap tersangka jelas bertentangan dengan KUHAP khususnya Pasal 54 hingga Pasal 57 yang mengatur mengenai hak-hak tersangka atas pendampingan dan bantuan hukum.
Baca juga: Tindakan Polisi di Wadas Identik Kekerasan di Masa Orde Baru
Semua tindakan tersebut juga jelas bertentangan dengan Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang pada Pasal 8 ayat (2) menegaskan bahwa anggota Polri dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan HAM dengan menghormati martabat dan HAM setiap orang; bertindak secara adil dan tidak diskriminatif.
Atas hal tersebut, ICJR kata Susitra mendesak, pertama, Kapolri untuk mengusut tuntas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas dan membebaskan warga Desa Wadas yang ditangkap saat melaksanakan penyampaian pendapat di muka umum secara damai.
Kedua, mendorong Presiden Joko Widodo untuk melakukan tindakan konkrit, yaitu mengevaluasi kepolisian atas tindakan sewenang-wenang oleh aparat terhadap warga Desa Wadas yang melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Ketiga mendesak kepada DPR, khususnya Komisi III, yang memiliki fungsi pengawasan untuk memanggil Kapolri dan mengevaluasi kinerja Kepolisian terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi terhadap warga masyarakat Desa Wadas. []