Jakarta - Salah seorang aktivis perempuan di Tanah Air yang satu marga dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau brigadir J muncul ke permukaan.
Namanya Irma Hutabarat. Perempuan Batak yang sebetulnya tidak asing di ruang publik, terutama di penikmat berita berbahasa Inggris.
Karena Irma sebelumnya sering nongol di salah satu stasiun televisi swasta nasional sebagai presenter program Today`s Dialogue.
Perempuan berambut putih perak itu menyeruak di antara belantara informasi dan penanganan kasus Brigadir J.
Berbicara di salah satu televisi swasta nasional, Irma menyoroti soal sejumlah personel kepolisian yang justru ikut terseret skenario dugaan pembunuhan yang dirancang Irjen Ferdy Sambo terhadap Brigadir J.
Puluhan personel kepolisian, mulai dari jenderal bintang satu, perwira menengah hingga pangkat bhayangkara dua atau bharada diperiksa inspektorat khusus atau irsus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Bahkan di antara mereka ditetapkan sebagai tersangka karena ikut terlibat melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J, yakni Bharada E dan Bripka RR.
Menurut Irma, seorang bawahan di kepolisian boleh menolak kalau mendapat perintah dari pimpinannya, terutama perintah yang menjerumuskan.
Dia menegaskan, polisi berbeda dengan TNI yang memiliki Sapta Marga. Anggota TNI harus tunduk kepada komandan. Perintah atasan itu namanya komando.
"Polisi tidak begitu. Jadi yang namanya polisi, atasannya itu hukum, bukan komandan," tegasnya.
Baca juga:
Deolipa Desak Fadil Imran Mundur: Dia Pelukan Sama Psikopat-Biseksual
Dalam beberapa kesempatan di ruang publik, Irma tampak bersama dengan pengacara keluarga Brigadir J, yakni Kamaruddin Simanjuntak.
Irma bisa disebut sebagai ito atau kakak Brigadir J dari silsilah marga Batak. Atau bisa juga disebut namboru atau bibinya Brigadir J, yakni karena marga Hutabarat.
Terlepas dari itu, Irma sesungguhnya dikenal sebagai aktivis setelah tidak lagi di dunia jurnalistik televisi.
Perempuan kelahiran 25 Desember 1962 itu disebut pernah ikut membidani lahirnya Indonesian Corruption Watch atau ICW, dan kini Ketua Komunitas Civil Society Indonesia.
Tercatat Irma pernah memimpin Yayasan Miyara Sumatera dan Direktur Institute of Civic Education, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan.
Irma pernah terseret kasus dugaan korupsi pada 2002. Sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penggelapan Dana Banjir sebesar Rp 4,2 miliar.
Penetapannya sebagai tersangka didasarkan pada pengakuan Bendahara Ice on Indonesia, Hendrawan, yang sebelumnya sudah menjadi tersangka.
Status tersangka Irma mentah, lantaran polisi menilai tidak ditemukan bukti sebagaimana disampaikan juru bicara Polda Metro Jaya kala itu, Kombes Anton Bachrul Alam.
"Sejauh ini dari hasil pemeriksaan Hendrawan, kami belum temukan keterkaitan Irma dengan kasus ini," katanya.[]