Daerah Sabtu, 26 November 2022 | 20:11

ISNU Sumut Kecam Kekerasan PTPN III di Gurilla Pematang Siantar

Lihat Foto ISNU Sumut Kecam Kekerasan PTPN III di Gurilla Pematang Siantar Sekretaris PW ISNU Sumut Imran Simanjuntak. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Siantar - Kekerasan aparat dan pihak PTPN III terhadap warga di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, menuai kecaman dari berbagai pihak.

Salah satunya dari Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Sumatra Utara, yang menilai PTPN III dan aparat di lapangan diduga menghalalkan tindakan kekerasan terhadap warga Gurilla yang menolak tali asih.

"Perlakuan buruk terhadap warga Gurilla dengan sikap yang merendahkan martabat manusia, dan sebagian dari masyarakat lainnya juga harus mengalami kekerasan secara fisik yang mengakibatkan luka," kata Sekretaris Pengurus Wilayah ISNU Sumut, Imran Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Sabtu, 26 November 2022.  

Menurut dia, okupasi kedua yang dilakukan sejak 21 November 2022 menggambarkan betapa Pemerintah Kota Pematang Siantar, DPRD Kota Pematang Siantar, dan PTPN III menganggap rakyat seolah penjahat dan diperlakukan dengan tidak manusiawi.

"Bahkan terhadap warga dilakukan tindakan pecah belah, teror, dan intimidasi," katanya.

Disebutnya, negara dalam hal ini Pemerintah Kota Pematang Siantar, DPRD Kota Pematang Siantar, Kementerian ATR/BPN, dan PTPN III yang berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN seperti tidak mampu membuka ruang dialog dengan masyarakat. 

Tidak mampu melakukan pemetaan sosial dan antisipasi dini serta solusi terbaik. Yang terlihat selama hampir puluhan tahun adalah proses penelantaran lahan dan pembiaran masyarakat memperjuangkan hidupnya sendiri di lahan Gurilla.

Imran yang juga Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Samora Pematang Siantar, ini menegaskan masyarakat Gurilla telah diakui negara, yakni dibuktikan dengan terbitnya KTP, masuknya fasilitas listrik, pengaspalan jalan, dan drainase serta berdirinya rumah ibadah. 

Dah secara humanis telah terbangun jejaring sosial sistem kehidupan masyarakat dan kebudayaan.

Dia kemudian mengungkap historis hukum dan perundang-undangan, dimana pada Juli 2004 Wali Kota Pematang Siantar Kurnia Rajasyah Saragih telah mengeluarkan perwa untuk tidak lagi memperpanjang HGU PTPN III yang berada di Kota Pematang Siantar. 

Pasca berakhirnya HGU PTPN III dan perwa pelarangan perpanjangan, terjadi penelantaran dan pembiaran lahan.

Masyarakat di sana kemudian membangun kehidupan sosial dan ekonomi dari tanah tersebut hingga menjadi perkampungan seperti sekarang ini.

Imran kemudian menyesalkan bahwa sejak 2004 hingga 2022, warga telah menguasai tanah Gurilla tanpa ada kebijakan dari Pemerintah Kota Pematang Siantar terkait rancangan tata ruang wilayah atau RTRW dan aturan serta kebijakan lainnya. 

Situasi ini kata dia, juga bisa terjadi atas eks PTPN III seluas 573 hektare yang berada di Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba.

Baca juga:

PGI: Hentikan Penggunaan Kekerasan PTPN III di Pematang Siantar

Menurutnya, lambanya penanganan oleh Pemko Pematang Siantar merupakan penciptaan dan pemeliharaan konflik berkepanjangan. 

Masyarakat telah melakukan percepatan pemanfaatan pengelolaan tanah tersebut karena menyangkut kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi, di mana ini adalah kebutuhan mendasar rakyat yang dilindungi undang-undang.

Klaim PTPN III telah memegang perpanjangan HGU Gurilla seluas 124 Ha sejak Januari 2005, kata Imran, juga sangat perlu dipertanyakan. 

Perusahaan plat merah tersebut menelantarkan dan membiarkan lahan Gurilla selama 17 tahun. 

Alat berat milik PTPN III di Kelurahan Gurilla, Kota Pematang Siantar, Sumut. (Foto: Ist)

"Menjadi perhatian dan pertanyaan khusus kenapa di saat pembangunan jalan tol dan ringroad di kawasan Kelurahan Gurilla akan rampung seluruh instrumen negara di Kota Siantar baik Pemko dan Satpol PP, PTPN III, Kepolisian, TNI mengerucut menjadi satu menghabisi rakyatnya sedang DPRD diam sebagai penonton. Ada apa," tukasnya.

Terhadap tindakan kekerasan melibatkan TNI dan polisi disebutnya, telah melampaui batas dan bertentangan dengan prinsip perlindungan dan keadilan. 

"Kami menuntut kepolisian, tentara dan negara untuk menghentikan cara-cara kekerasan seperti itu, dan meminta agar menggunakan pendekatan kemanusiaan dalam menangani persoalan yang terjadi pada masyarakat Gurilla, serta mendorong agar segera dibukanya dialog bersama," katanya.

Pihaknya juga menuntut Pemerintah Kota dan DPRD Kota Pematang Siantar untuk segera  menuntaskan persoalan sengketa lahan dari sisi regulasi.

ISNU kata Imran, mendukung perjuangan masyarakat Gurilla dalam mencari keadilan, menolak dan mengutuk segala bentuk kekerasan, teror, dan intimidasi terhadap masyarakat Gurilla yang menolak tali asih.

"Hentikan okupasi karena legalitas HGU PTPN III sarat cacat administratif, Pemko dan DPRD harus bertanggung jawab atas seluruh kejadian yang menimpa masyarakat Gurilla dan mendesak TNI dan Polri netral. Tidak memihak serta melakukan pendekatan persuasif dan kooperatif atas konflik Gurilla," pungkasnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya