Daerah Senin, 06 Oktober 2025 | 19:10

Jerit Tangis Perempuan Sihaporas di Polda Sumut: Orang Tua Kami Dipukuli Layaknya Binatang

Lihat Foto Jerit Tangis Perempuan Sihaporas di Polda Sumut: Orang Tua Kami Dipukuli Layaknya Binatang Warga Sihaporas melakukan aksi unjuk rasa di Mapolda Sumut, Senin, 6 Oktober 2025. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Medan - Putri Ambarita (25), warga Sihaporas, Kabupaten Simalungun, berorasi di depan Mapolda Sumut pada Senin, 6 Oktober 2025 sore.

Dia bertutur bagaimana Sihaporas yang mereka diami selama ini adalah wilayah adat yang merupakan jati diri mereka.

"Jati diri kami, identitas kami. Ruang hidup kami ada di wilayah adat kami. Lantas, kenapa ketika kami mempertahankan itu, mempertahankan hak-hak kami, mempertahankan titipan leluhur kami, kenapa kami selalu diintimidasi," teriak Putri.

"Kenapa kami selalu dikriminalisasi. Kenapa, kenapa..!? teriak Putri, saat berorasi mengenakan ulos Batak dan dalam pengawalan aparat kepolisian.

"Sudah berapa kali orang tua kami diintimidasi bahkan dipenjara. Sudah beberapa kali. Luka batin dari dulu sampai sekarang itu tidak sembuh bagi kami anak-anaknya, sakit sekali, Pak. Hati kami sakit. Ketika kami melihat orang tua kami dipukuli layaknya binatang, sakit pak, sakit sekali...," jerit Putri lagi.

"Orang tua kami yang sudah tua dipukul, bahkan sudah memohon. Adik saya yang disabilitas tidak bisa berjalan bahkan untuk berbicara pun tidak bisa dipukul juga...saat kami dan juga ibu saya serta beberapa teman melindungi dia tetap dipukul tanpa ampun. Tetap dipukul. Di mana hati nurani itu," katanya dengan menangis.

Dia juga menyebut ketika dia dan adiknya dibawa ke rumah sakit oleh ambulans karena luka-luka dipukuli saat kejadian 22 September 2025, dia melihat mobil polisi ada di portal TPL.

Saat melapor ke Polres Simalungun, dia melihat tulisan polisi melayani masyarakat. "Dang toho i (gak betul itu)," katanya sambil menjerit. 

Dalam aksi tersebut, tampak juga Mersi Silalahi (41), istri Thomson Ambarita. Thomson dipenjarakan oleh PT Toba Pulp Lestari.

Peristiwa saat itu, bentrok antara masyarakat adat Sihaporas dengan karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Desa Sihaporas pada 16 September 2019. 

Bentrok ini terjadi dengan dilatarbelakangi masalah tanah seluas 2.049 hektare. Warga yang sudah bermukim selama ratusan tahun bercocok tanam. 

PT TPL juga mengklaim lahan itu merupakan wilayah konsesi. Polisi memproses pengaduan dari karyawan TPL dengan barang bukti video, cangkul, dan kayu. Sementara, pengaduan warga yang juga menerima kekerasan tidak mendapatkan respons dari kepolisian.

Aksi unjuk rasa digelar Aliansi Masyarakat Batak “Gerakan Tutup TPL” di Mapolda Sumut diikuti sejumlah elemen masyarakat.

Aksi yang dikoordinatori Aria Angkola tersebut berlangsung mulai pukul 14.00 WIB. Sejumlah tuntutan disampaikan ke polisi, yakni tangkap pelaku penganiayaan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh TPL melalui orang suruhan, orang bayaran, satpam, termasuk pimpinan TPL.

Karena patut diduga pimpinan TPL, yaitu Jandres Silalahi memberi perintah untuk melakukan penganiayaan itu dengan sengaja. 

"Tangkap dan periksa Jandres Silalahi. Limpahkan semua laporan masyarakat dari Polres Simalungun dan dari daerah lain ke Polda Sumatera Utara, karena diduga pimpinan Polres Simalungun berpihak kepada TPL," kata Aria dalam bagian pernyataan sikapnya.

Mereka menilai Polres Simalungun diduga berpihak pada TPL. Terlihat dari lambatnya bahkan mangkraknya laporan penganiayaan masyarakat terhadap TPL dan diduga ujung-ujungnya selalu dihentikan dan SP3.

"Copot Kapolres Simalungun karena saat bentrokan terjadi terlihat tidak melindungi masyarakat dan diduga sengaja melakukan pembiaran sehingga terus menerus bentrokan terjadi," kata Aria.

"Tutup TPL segera karena TPL seolah-olah punya negara sendiri di Tanah Batak. Tak menghargai institusi polri dengan semena-mena memukuli masyarakat. Tak menghargai masyarakat adat, sebagai tuan rumah di Tanah Batak. Bukan hanya di Sihaporas tapi di 10 kabupaten di Sumatera Utara ini. Memecah belah, mengadu domba masyarakat, merusak alam," katanya.

Disebutnya, jika tuntutan tidak dipenuhi, pihaknya akan melakukan aksi dengan jumlah massa lebih besar. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya