News Jum'at, 20 Juni 2025 | 18:06

Kasus Agnez Mo Timbulkan Kegaduhan, DPR: Hakim Jangan Memutus Perkara Berdasarkan Asumsi

Lihat Foto Kasus Agnez Mo Timbulkan Kegaduhan, DPR: Hakim Jangan Memutus Perkara Berdasarkan Asumsi Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. (foto: tangkapan layar).

Jakarta — Komisi III DPR RI menyoroti dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus penyanyi Agnez Mo bersalah atas pelanggaran hak cipta.

DPR mendesak Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) segera menindaklanjuti laporan masyarakat hukum atas putusan tersebut.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan bahwa laporan berasal dari Koalisi Advokat Pemantau Peradilan.

Menurutnya, terdapat indikasi bahwa proses pemeriksaan dan putusan dalam perkara Agnez Mo tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Kasus ini menciptakan kegaduhan. Agnez Mo hanyalah penyanyi, bukan penyelenggara acara. Mestinya, tanggung jawab pembayaran royalti hak cipta berada pada penyelenggara, bukan penyanyinya," kata Habiburokhman dalam rapat di kompleks parlemen, Jumat, 20 Juni 2025.

Reformasi Panduan Hak Cipta

Lebih lanjut, Komisi III mendesak Mahkamah Agung untuk segera menerbitkan surat edaran atau pedoman hukum yang menjelaskan penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara komprehensif.

Hal ini penting agar tak terjadi lagi putusan kontroversial yang merugikan pelaku seni dan industri musik nasional.

“Harus ada pedoman resmi. Hakim jangan memutus perkara hak cipta hanya berdasarkan asumsi yang bisa menyesatkan keadilan,” ujar politisi Gerindra tersebut.

Putusan yang Dipersoalkan

Putusan kontroversial itu lahir dari perkara yang terdaftar dengan nomor 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST. Dalam putusan yang diunggah ke laman resmi Direktori Putusan pada 30 Januari 2025, majelis hakim menyatakan Agnez Mo telah melanggar hak cipta atas lagu Bilang Saja milik Ari Sapta Hernawan alias Ari Bias.

Agnez dinyatakan menggunakan lagu tersebut tanpa izin dalam tiga konser komersial. Akibatnya, ia dijatuhi sanksi denda sebesar Rp1,5 miliar yang harus dibayarkan secara tunai kepada pencipta lagu.

Namun, pihak Agnez dan para pengamat hukum menilai putusan tersebut tidak adil dan berpotensi menjadi preseden negatif bagi pelaku seni lain di Indonesia.

“Seharusnya LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) yang memfasilitasi pembayaran royalti dari penyelenggara acara. Kalau penyanyi yang disalahkan, ini membingungkan sistem,” ucap salah satu anggota rapat.

Kasus ini pun menjadi pemantik pembahasan lebih luas di parlemen mengenai perlindungan hukum bagi musisi dan tata kelola hak cipta yang masih dinilai tumpang tindih.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya