Hukum Jum'at, 17 Mei 2024 | 01:05

Kasus Dugaan Penggelapan Oknum Notaris Mengendap 11 Bulan, Dosen Hukum Angkat Bicara

Lihat Foto Kasus Dugaan Penggelapan Oknum Notaris Mengendap 11 Bulan, Dosen Hukum Angkat Bicara Ilustrasi aturan hukum. (Foto: Ist)
Editor: Victor Jo

Jakarta - Praktisi Hukum sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, Saiful Anam turut menyoroti kasus dugaan penggelapan dokumen yang dilaporkan seseorang berinisial AL terhadap oknum notaris FM, ke Bareskrim Polri.

Pasalnya, kasus dugaan tindak pidana pengelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP, dengan ancaman 5 tahun penjara tersebut mengendap selama 11 bulan usai pelaporan bernomor STTL/231/VI/2023/BARESKRIM dilayangkan.

Dalam sebuah wawancara media pada 11 Mei 2024 lalu, AL sebagai perwakilan manajemen P3I (Pusat Pelatihan Perasuransian Indonesia) selaku pihak pelapor meminta dilakukan gelar perkara sebagai wujud perhatian serius Bareskrim Polri. Tentunya tergantung keputusan penyidik soal penetapan tersangka setelah gelar perkara.

"Sebenarnya persoalan ini agak sederhana dan pelapor sudah menyerahkan segala macam bukti-bukti kepada penyidik. Tetapi sampai saat ini statusnya perkara masih belum jelas, kalau tidak salah dalam tahap penyelidikan," kata AL dalam wawancara tersebut, dikutip Opsi pada Jumat, 17 Mei 2024.

Kronologi kasus sesuai petunjuk dokumen, menjelaskan bahwa setelah pelunasan pembelian tanah dalam satu kawasan yang terintegrasi, kelompok usaha ini menjalin kerjasama dengan Notaris FM untuk penatausahaan administrasi pertanahan di BPN Bogor. Pada 8 Januari 2019, kantor Notaris FM menerbitkan tanda terima yang ditanda-tanganinya bersama pemilik tanah/dokumen.

Masalah muncul saat pemilik tanah berniat menarik kembali dokumen yang dititipkan namun notaris FM menolak keras mengembalikan dokumen tanpa dilengkapi dengan berita acara yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak (penjual tanah/pemilik lama dan pembeli) dihadapan notaris.

"Bukankah tanda terima yang diterbitkan kantor notaris FM (8/1/2019) berarti Notaris FM mengakui sudah terjadi perpindahan kepemilikan? Bukankah notaris FM paham bahwa dokumen yang ditahannya selama bertahun-tahun bukan milik kantor notaris, dan bukan juga akta notaris," tutur AL.

Pihak pelapor menduga, sikap oknum notaris FM didasarkan pada tanda terima 3 Mei 2017, yang ditanda-tanganinya bersama Notaris MGH di Karawang, dimana di bagian akhir tertulis "dokumen-dokumen tersebut hanya dapat diambil oleh pihak penjual dan pihak pembeli secara bersama-sama".

"Tanda-terima yang diterbitkan kantor notaris FM (3/5/2017) ini sudah tidak berlaku lagi. Mungkin notaris FM lupa dengan asas Lex Posterior Derogat Legi Anteriori, hukum (alat bukti hukum) yang terakhir (8/1/2019) mengesampingkan alat bukti hukum yang terdahulu," kata AL.

Menanggapi hal tersebut, dalam sebuah wawancara media secara terpisah pada 11 Mei 2024, notaris FM selaku pihak terlapor membantah melakukan penggelapan dokumen klien dan dokumen-dokumen tersimpan rapi di kantornya.

Pada prinsipnya, Notaris FM hanya mau menyerahkan dokumen tersebut di hadapan kedua belah pihak dan dibuatkan berita acara. Notaris FM juga tidak mengijinkan hasil wawancara dikutip secara utuh.

Menyoroti hal itu, Saiful Anam mengatakan bahwa notaris tidak berwenang berlaku seperti jasa titipan. Menurutnya, sebagai pengacara Ikatan Notaris Jakarta dirinya paham betul terkait seperti ini.

"Jadi tidak boleh notaris menjamin atau bahkan kemudian notaris tidak memberikan dokumen yang sebenarnya menjadi milik dari pembeli maupun penjual," ujar Saiful Anam pada Selasa, 14 Mei 2024.

"Cuman dalam praktiknya, banyak notaris melampaui kewenangannya dengan menyimpan atau tidak memberikan dokumen. Bahkan sebelum pelunasan diselesaikan oleh pihak pembeli, biasanya surat-surat dikuasai oleh Notaris. Itu sebenarnya tidak boleh," kata dia.

Menurut Saiful Anam, apabila diadukan secara etik ke Dewan Etik maka oknum yang bersangkutan bisa kena sanksi.

"Kalau diadukan ke Dewan Etik, maka itu kena karena notaris tidak boleh bertindak atau menyimpan atau menggaransi terhadap proses jual beli itu," tuturnya.

Saiful Saiful kembali menegaskan pada dasarnya Notaris tidak berwenang untuk menahan atas dokumen karena dokumen itu harus diposisikan dia sebagai siapa pemegang atas alas hak dari dokumen yang masih berproses di notaris.

"Bahkan kalau notaris-notaris yang sangat kredibel, dia kemudian tidak berkenan untuk dititipkan dokumen apapun karena itu resiko hukum sangat besar sekali bagi notaris yang bersangkutan," ujar Saiful Anam.

Secara teoritik, menurut Saiful Anam, notaris tidak diperkenankan untuk kemudian menyimpan bahkan menggaransi termasuk tidak menyerahkan dokumen-dokumen yang bukan atas dasar milik yang bersangkutan.

Baca juga: IPW Desak Polisi Tuntaskan Dugaan Penggelapan Saham Wartawan Jawa Pos

Baca juga: Terdakwa Penggelapan di Siantar Divonis 2 Tahun Penjara, Poltak: Putusan Itu Sudah Benar

Ditegaskan kembali oleh pelapor manajemen P3I, ketika seluruh dokumen pertanahan diminta oleh pemilik/klien yang sah, notaris wajib mengembalikannya. Lebih dari itu maka notaris sudah bisa dikategorikan penggelapan dokumen dalam jabatan sebagaimana dimaksud Pasal 374 KUHP. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya