Hukum Jum'at, 28 Oktober 2022 | 15:10

Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kembali Ajukan Autopsi

Lihat Foto Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kembali Ajukan Autopsi Devi Athok Yulfitri, ayah korban Tragedi Kanjuruhan, yaitu Natasya Ramadani (16) dan Naila Angraini (14) cabut pengajuan autopsi setelah 3 kali didatangi Polisi. (foto: Kompas).

Jakarta - Salah satu keluarga korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022, kembali mengajukan proses autopsi untuk mencari penyebab kematian korban.

Kuasa hukum Devi Athok, Imam Hidayat mengatakan bahwa saat ini pihak keluarga korban sudah menyatakan bersedia kembali untuk dilakukan proses autopsi kepada kedua anaknya.

"Keluarga sudah bersedia kembali untuk pelaksanaan autopsi," kata Imam kepada wartawan, dikutip Jumat, 28 Oktober 2022.

Imam menjelaskan, pernyataan persetujuan untuk autopsi tersebut telah disampaikan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang nantinya akan diteruskan kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

Menurutnya, surat dari pihak keluarga yang menyatakan bersedia untuk pelaksanaan autopsi tersebut sudah disampaikan kepada LPSK pada 24 Oktober 2022. Selain melalui LPSK, pengiriman surat dilakukan secara daring kepada pihak terkait.

"Ada beberapa yang kami sampaikan secara daring," ujarnya.

Devi Athok merupakan ayah dari dua korban tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan. Dua orang putrinya yang bernama Natasya Ramadani (16) dan Naila Angraini (14) menjadi korban dalam tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut.

Sebelumnya, pihak keluarga sudah sempat menyetujui proses autopsi tersebut. Namun, pada 17 Oktober 2022, Polda Jawa Timur menyatakan bahwa langkah untuk melakukan tindakan autopsi kepada dua korban tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, batal dilakukan.

Saat itu, pembatalan tersebut dikarenakan pihak keluarga tidak memberikan izin untuk pelaksanaan autopsi. Pihak kepolisian juga menyatakan bahwa pembatalan autopsi tersebut bukan dikarenakan adanya intimidasi kepada keluarga korban.

Dalam Tragedi Kanjuruhan sebanyak 135 orang suporter Arema FC dilaporkan meninggal dunia akibat patah tulang, trauma di kepala, leher, dan asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, dilaporkan ada ratusan orang yang mengalami luka ringan dan luka berat akibat polisi yang menembakkan gas air mata di dalam stadion. [Antara]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya